Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah memastikan masih akan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan research octane number (RON) 88 atau premium pada 2015.
"Belum pada 2015. Kan harus siap dulu penggantinya," tutur Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro usai rapat koordinasi di Gedung Kemenko Perekonomian, Senin (29/12/2014).
Ditemui pada kesempatan yang sama Menko Perekonomian Sofyan Djalil menguraikan penghapusan RON 88 atau premium memerlukan waktu. Namun, keterlambatan perbaikan dan peningkatan kapasitas olahan kilang pemurnian atau refinery membuat transisi lebih lama.
"Suatu saat nanti kita memang tidak perlu lagi RON 88, tapi untuk masa transisi karena terlambatnya perbaikan refinery maka terpaksa RON 88 masih dibutuhkan," tutur Sofyan.
Sebelumnya, pemerintah mendapatkan rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas untuk menghapus RON 88. Pasalnya, jenis BBM itu sudah jarang digunakan di pasar internasional sehingga pembelian terbatas pada pihak-pihak tertentu. Hal ini disinyalir meningkatkan risiko bermainnya mafia migas.
Terlebih, kini untuk memenuhi kebutuhan RON 88 dalam negeri pemerintah mengimpor BBM dengan kadar lebih tinggi, yakni RON 92 atau pertamax untuk dicampur dengan nafta berkandungan lebih rendah agar menghasilkan RON 88.
Walau demikain kesiapan kilang PT Pertamina (Persero) masih minim. Kilang yang mampu memproduksi RON 92 hanya Kilang Balongan dengan kapasitas 200.000 barel per bulan. Jumlah ini jauh di bawah kebutuhan domestik.
Saat ini Pertamina sudah memiliki peta jalan (roadmap) guna meningkatkan kemampuan produksi kilang. Namun, diperlukan waktu 4-6 tahun hingga kilang khusus RON 92 itu siap berproduksi.
Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran jika penghapusan RON 88 dipaksakan secepatnya maka hal itu akan memperbesar defisit neraca perdagangan mengingat Indonesia harus mengimpor RON 92 dalam jumlah yang lebih besar.