Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pekerja yang tergabung dalam Forum Solidaritas Pekerja Indonesia Luar Negeri (FSPILN) mengajukan gugatan terhadap UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ke Mahkamah Konstitusi.
Pekerja menilai UU tersebut berbenturan dengan dua regulasi lain yang mengatur tentang tenaga kerja sektor tertentu di luar negeri, yakni sektor perikanan. Pasal yang digugat adalah pasal 28 beserta penjelasan UU No. 39/2004 yang menyatakan penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan tertentu diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri, dalam hal ini yakni Menteri Ketengakerjaan.
Saat ini, TKI yang bekerja di sektor perikanan atau anak buah kapal (ABK) diatur dalam dua regulasi, yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM. 84/2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal dan Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor: Per.12/KA/IV/2013 tentang Tata Cara Perekrutan, Penempatan, dan Perlindungan Pelaut di Kapal Berbendera Asing.
“Ini mengakibatkan terjadinya lempar tanggung jawab antarlembaga, yakni Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan saat pekerja ada masalah dengan perusahaan pengirim,” kata Koordinator FSPILM Iskandar Zulkarnaen, Jumat (12/12/2014).
Menurut dia, benturan regulasi yang berujung pada lempar tanggung jawab ini akan merugikan pekerja yang membutuhkan perlindungan dari pemerintah saat mengalami perselisihan dengan pihak perusahaan pengirim.
Selain pasal tersebut, FSPILN juga menggugat pasal 26 Ayat 2 huruf (f) yang mewajibkan TKI yang ditempatkan memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Gugatan terhadap pasal ini dilakukan sebagai tindaklanjut dari keputusan Presiden Joko Widodo yang menghapus KTKLN beberapa waktu lalu.
“Kalau Jokowi hanya ngomong, sebenarnya itu tidak berpengaruh apa-apa. Itu [KTKLN] bisa dihapus kalau UU direvisi melalui gugatan ke MK,” imbuhnya.