Bisnis.com, SURABAYA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan memperketat impor bahan baku dengan menerapkan sejumlah kebijakan pada 2015.
"Hal itu sekaligus mampu menekan defisit neraca perdagangan dan menghemat devisa," kata Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Thamrin Latuconsina, ditemui pada Customer Dinner and Gathering dengan tema Mencermati Kebijakan Impor Bahan Baku Menghadapi Persaingan MEA 2015 yang diselenggarakan Bank Ekonomi, di Surabaya, Rabu (10/12/2014) malam.
Oleh sebab itu, ungkap dia, kini pemerintah masih mengkaji instrumen yang akan diberlakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor. Bahkan pengetatan tersebut dilakukan melalui berbagai instrumen.
"Bisa jadi akan memperkecil kuota impornya. Misalnya untuk produk hortikultura, daging sapi, dan produk lain karena produksi komodiyas itu di dalam negeri kian meningkat," katanya.
Kini, pemerintah juga siap melakukan swasembada bagi beberapa produk. Seperti garam yang ditargetkan tahun depan sudah mampu swasembada.
"Lalu, swasembada gula yang diharapkan dalam 3-4 tahun mendatang sudah mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri," katanya.
Walau begitu, pihaknya belum yakin Indonesia tidak akan impor sama sekali. Penyebabnya, swasembada suatu komoditas sudah 90% dan masih harus ada impor 10% di mana sesuai dengan aturan WTO (World Trade Organisation) bahwa batasan impor suatu negara tidak diizinkan 0%.
"Dengan demikian, konsumsi yang selama ini diimpor sudah bisa dipenuhi sendiri dan diharapkan mampu mengurangi impor. Di sisi lain, ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku memang sangat besar," katanya.
Pada kesempatan sama, Direktur INDEF Ahmad Erani Yustika menyatakan komposisi bahan baku dalam keseluruhan impor Indonesia mencapai 70%-72%. Sementara itu bahan modal 20% dan konsumsi yang langsung ke end user hanya 7%-8%.
"Dari komposisi ini, Indonesia sebenarnya punya substitusi bahan baku yaitu yang semula basisnya dari bahan baku lokal," katanya.
Ia melanjutkan pada 2011 perdagangan internasional Indonesia masih surplus US$26 miliar. Namun pada 2012 berbalik menjadi defisit sebesar US$1,6 miliar, dan semakin meningkat pada tahun berikutnya menjadi US$4 miliar.
"Pada tahun ini, hingga periode Oktober defisit neraca perdagangan sudah mencapai US$1,6 miliar," katanya.