Bisnis.com, JAKARTA -- Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut P Hutagalung mengatakan larangan alih muatan (transhipment) yang diberlakukan mulai November 2014 [oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti] membuat realisasi ekspor produk perikanan diperkirakan tidak tercapai.
"Realisasi ekspor diperkirakan tidak akan mencapai target US$ 5,1 milyar pada tahun. Salah satunya dipicu pemberlakuan larangan alih muatan itu," kata Saut P. Hutagalung, di Jakarta, Senin (8/12/2014). Sampai Oktober, nilai ekspor produk perikanan bentuk olahan dan bahan baku US$3,83 miliar. "Sulit mengejar target ekspor tahun ini."
Menurut dia, salah satu komoditas unggulan ekspor Indonesia, yaitu tuna tidak diuntungkan dengan beleid penyetopan alih muatan. "Itu membuat jumlah pendaratan ikan menurun," ujarnya.
Pemberlakuan larangan alih muatan kapal yang diatur dalam Intruksi Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 630 tahun 2014 membuat kapal pengangkut dilarang beroperasi untuk mengambil hasil tangkapan kapal di tengah laut.
Dampaknya, menurut Saut. kapal longline yang menangkap tuna tidak diperbolehkan lagi mengalihkan muatanya ke kapal pengangkut untuk mendaratkan hasil tangkapan secepat mungkin guna menjaga ikan tetap segar.
"Kapal tuna longline biasa berdiam sampai 4 bulan di [tengah] laut. Tidak mungkin menangkap, kembali dan melaut lagi untuk menjaga ikan tetap segar," jelasnya.
Dia mengatakan pihaknya menerjunkan tim verifikasi untuk mengevaluasi kebijakan ini. "Kapal akan kesulitan untuk mendaratkan ikan dalam kondisi segar," paparnya. "Ke depan, kita lihat hasil verifikasi, kita laporkan ke menteri. Saat ini mereka pasti kena dampak ini," katanya.