Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dipastikan telah membebani petani dan nelayan sebagai struktur terbesar masyarakat miskin di Indonesia.
Kebijakan ini menunjukan bahwa pemerintah tidak memiliki terobosan baru dan tidak punya solusi alternatif terhadap permasalahan energi nasional.
Anggota DPR RI Komisi IV Rofi Munawar menyatakan, “Kenaikan BBM yang dilakukan oleh pemerintah sangat tidak memahami realitas masyarakat, karena secara faktual akan meningkatkan jumlah rakyat miskin di pedesaan secara signifikan sebagai basis utama petani dan nelayan berada," ujarnya melalui siaran pers yang diterima Bisnis, Selasa (18/11/2014).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/11/2014). Harganya menjadi Rp8.500/ liter, naik Rp2.000 dari sebelumnya Rp6.500/ liter.
Turut naik juga solar menjadi Rp7.500 / liter. Naik Rp2.000 dari sebelumnya Rp5.500/ liter. Kenaikan harga ini berlaku mulai Selasa, 18 November 2014 pukul 00.00 WIB.
“Pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan BBM tanpa melakukan proses mitigasi yang matang sejak awal, kelihatan sekali sangat tergesa-gesa, terlihat dari fakta yang ada tentang harga minyak dunia yang sekarang ini sedang turun. Inilah untuk pertama kalinya BBM bersubsidi naik sementara harga minyak dunia sedang turun. Jelas ini tidak wajar dan anomali luar biasa. Saya khawatir kebijakan ini karena tekanan asing.“ tegas Rofi.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini, memandang kenaikan harga BBM bersubsidi tidak memenuhi ketentuan UU No.12 tahun 2014 tentang perubahan UU No.23 Tahun 2013 tentang APBN tahun 2014 pasal 14 ayat 13 yang menegaskan anggaran untuk subsidi energi dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan realisasi harga minyak mentah dunia (ICP) dan nilai tukar rupiah.
Sebagai catatan harga minyak mentah dunia saat ini turun hingga 25 persen dari ICP yang ditetapkan dalam APBN sebesar 105 dollar/barel, yaitu 75 dollar/barel.
Rofi menambahkan, kenaikan harga BBM bersubsidi Rp 2000 akan mendorong kenaikan harga pangan (volatile food inflation) dikisaran 15% sebagaimana yang terjadi tahun 2013 lalu, meski inflasi secara keseluruhan dikisaran 8 – 10 %. Adapun berdasarkan Sensus Pertanian (ST 2013) 2013 menunjukkan jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia sebanyak 26,14 juta rumah tangga. 14,25 juta rumah tangga petani gurem, 25,75 juta rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan, dan 31,70 juta orang petani.