Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Importir Tanggung Biaya Relokasi Petikemas, GINSI: Apa Dosa Kami?

GINSI mendesak pengelola terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok untuk memperluas kapasitas tampung lapangan penumpukan (container yard) sehingga barang impor tidak terbebani biaya relokasi akibat yard occupancy ratio (YOR) di terminal sudah melampaui 65%.
Pelabuhan/Bisnis.com
Pelabuhan/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan importir nasional seluruh Indonesia (GINSI) mendesak pengelola terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok untuk memperluas kapasitas tampung lapangan penumpukan (container yard) sehingga barang impor tidak terbebani biaya relokasi akibat yard occupancy ratio (YOR) di terminal sudah melampaui 65%.

Ketua bidang Perdagangan dan Kepelabuhanan Badan Pengurus Pusat (BPP) GINSI Subandi mengatakan, di pelabuhan manapun di dunia, pengelola terminal petikemas memiliki back up area untuk memindahkan petikemas-nya jika YOR lapanganya tinggi dan importir tidak menanggung biaya akibat pemindahan atau relokasi peti kemas tersebut.

"Bagi importir tidak ada urusanya soal YOR, kenapa importir yang menanggung dosa akibat itu sehingga barangnya harus direlokasi dan menaggung biaya relokasi," ujarnya kepada Bisnis, minggu (16/11/2014).

Dia mengatakan hal itu merespon kebijakan yang sudah dikeluarkan Kemenhub soal kegiatan relokasi peti kemas impor di pelabuhan Priok yang mengacu pada batasan  batasan tingkat penggunaan
lapangan penumpukan YOR 65% di terminal peti kemas asal,atau peti kemas impor menumpuk sudah lebih dari tujuh hari.

Aturan itu tertuang dalam KM.Menhub No:KP.807/2014 tentang kegiatan perpindahan barang dan peti kemas yang sudah melewati batas waktu penumpukan (long stay) di Pelabuhan Tanjung Priok,yang ditandatangani Menhub EE.Mangindaan pada 25 September 2014.

Importir juga membantah sebagai pihak yang menyebabkan YOR tinggi di terminal atau lini satu pelabuhan dan menjadikan kawasan lini satu sebagai penimbunan.

Menurut Subandi, bagi importir yang belum mengeluarkan petikemasnya dari terminal bukan karena sengaja menunda-nunda atau melama-lamakan petikemas diterminal lini satu tetapi karena persoalan clearance yang membutuhkan approval dari berbagai instansi terkait menyangkut perizinan importasi al; Kementerian perdagangan, Bea dan Cukai,Karantina, bahkan Kementerian Lingkungan Hidup.

"Apa dosanya importir sehingga harus menggung beban biaya (relokasi) peti kemas lagi, seharusnya pemerintah membenahi dulu perizinan-perizinan antar departemen sebelum mengeluarkan kebijakan seperti ini karena pada akhirnya akan membebani biaya logistik dipelabuhan.Jangan sampai kebijakan relokasi seperti ini dijadikan bisnis oleh pihak tertentu meraup keuntungan dari importir. Jika saja aturan ini hanya ditujukan kepada para importir yang telah mendapatkan fasilitas  jalur prioritas mungkin masih bisa diterima,"paparnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akhmad Mabrori
Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper