Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertamina: Feed in Tariff Listrik Panas Bumi Tak Jalan

PT Pertamina (Persero) menyatakan feed in tariff yang digadang pemerintah untuk harga beli listrik pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) tidak berjalan.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA—PT Pertamina (Persero) menyatakan feed in tariff yang digadang pemerintah untuk harga beli listrik pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) tidak berjalan.

Plt. Direktur Utama Pertamina (Persero) Muhamad Husen mengatakan proyek PLTP yang saat ini tengah digarap PT Pertamina Geothermal Energi (PGE) mengalami kendala harga beli listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

“Masalahnya harga enggak ketemu, kesanggupan PLN cuma sekian,” katanya seperti dikutip Bisnis, Rabu (12/11/2014).

Padahal, jelasnya, pelaksanaan proyek di lapangan saat ini tidak mengalami kendala berarti. Pengeboran sumur panas bumi masih berlangsung kendati belum ada kesepakatan renegosiasi harga antara PGE dan PLN.

Dia menjelaskan feed in tariff yang digadang pemerintah untuk harga beli listrik PLTP oleh PLN tidak berjalan sampai sekarang.

Menurutnya, kemampuan PLN dalam membeli listrik PLTP tidak setinggi penetapan tarif pemerintah.

“Mereka kan jual listriknya murah, jadi kesanggupannya cuma segitu,” ujarnya.

Karena itu, Husen meminta pemerintah memfasilitasi antara PLN dan pengembang proyek geothermal.

Tujuannya, agar proyek geothermal di Indonesia berjalan lancar sehingga bisa menekan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) pembangkit.

“Coba kalikan kalau pakai BBM berapa itu,” ungkapnya.

Saat ini, PGE tengah menggarap sembilan proyek geothermal yaitu PLTP Kamojang unit 5 di Jawa Barat, PLTP Karaha Bodas di Garut, PLTP Ulubelu unit 2 dan 3 di Lampung, PLTP Lahendong unit 5 dan 6 di Sulawesi Utara, PLTP Lumut Balai unit 3 dan 4 di Sumatra Selatan, PLTP Hululais unit 1 dan 2 di Bengkulu, PLTP Sungai Penuh unit 1 di Jambi, PLTP Kota Mobagu unit 6 di Sulawesi Utara.

Perlu diketahui, sembilan proyek pembangkit geothermal yang digarap PGE terkendala kesepakatan harga dengan PLN.

Pada April lalu, PLN dan PGE menyepakati perubahan harga dasar uap panas bumi dan tenaga listrik untuk beberapa lokasi PLTP yang tertuang dalam head of agreement.

Namun, sampai saat ini revisi perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) belum diteken keduanya.

Dalam HoA yang diteken April lalu, kesepakatan harga berkisar antara US$0,084–US$0,116 per kilowatt jam (kWh).

Khusus untuk PLTP di Sungai Penuh dan Hululais, harga beli uap yang disepakati sebesar US$0,07 per kWh. 

Kesepakatan harga terbagi menjadi dua bagian, yakni harga hulu dan harga hilir.

Khusus untuk harga hulu berkisar di angka US$0,07 per kWh. Sementara harga pembelian hulu dan hilir tergantung atas wilayah kerja panas bumi (WKP).

Proyek panasbumi di Sungai Penuh 1 dan 2 serta Hululais 1 dan 2, PLN hanya membeli uap saja. 

WKP terbagi atas dua jenis yakni proyek baru (green field) dan pengembangan dari yang sudah ada (extension).

Harga extension berkisar di angka maksimal US$0,084 per kWh.

Namun, harga green field dipatok maksimal US$0,116 sen per kWh.

Kesepakatan tersebut untuk merevisi kesepakatan sebelumnya pada 2010.

Ketika itu, disepakati harga awal uap dan listrik yang dikerjakan PGE dipatok pada angka US$0,05-US$0,08 per kWh.

Di sisi lain, PLN menyatakan renegosiasi harga proyek panas bumi mempengaruhi keuangan PLN karena proyek-proyek tersebut memiliki kapasitas yang besar.

Terkait proyek sembilan PLTP yang digarap PGE, Kepala Divisi Energi Baru dan Terbarukan PLN Mochamad Sofyan mengatakan saat ini renegosiasi harga beli listrik antara PLN dan PGE masih masih menunggu hasil audit BPKP.

Menurutnya, proses verifikasi di BPKP membutuhkan waktu lama karena berdampak kontraktual senilai triliunan rupiah.  

“Tidak bisa cepet, pemerintah harus bener karena berdampak pada keuangan negara,” katanya.

 

INGIN BACA INFORMASI LAINNYA? SILAKAN KLIK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fauzul Muna
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper