Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) mendesak Kemenhub menertiban perilaku perusahaan pelayaran asing lewat agennya di dalam negeri yang memungut biaya-biaya sepihak atau pungli (pungutan liar) kepada pemilik barang ekspor maupun impor Indonesia, karena menambah lebih 80% ongkos logistik nasional.
Ketua Umum Depalindo Toto Dirgantoro mengatakan, kontribusi terbesar melonjaknya biaya logistik nasional akibat prilaku pelayaran asing melalui agennya di Indonesia yang notabene anggota INSA.
"Menhub Ignasius Jonan mesti memahami persolan yang sesungguhnya, bahwa ada upaya mengkerdilkan aset nasional di sektor kemaritiman dan kepelabuhanan demi kepentingan shipping global,"ujar Toto kepada Bisnis,hari ini, Kamis (30/10).
Dia mengatakan, INSA hendaknya menata organisasinya membela kepentingan merah putih dan tidak terus menerus menjadi boneka asing dengan terus menuding biaya tinggi logistik disebabkan oleh pengelolaan pelabuhan/Pelindo yang notabene BUMN.
"Soal cost recovery peti kemas di Priok saja dipersoalkan DPP INSA sebagai penyebab biaya tinggi logistik, padahal lebih dari 80% penyebab tingginya biaya logistik nasional itu ada di pelayaran," ucapnya.
Dia mengatakan,pengenaan cost recovery peti kemas atau CR di Priok tidak sebesar pungutan yang dilakukan pelayaran tanpa ada pekerjaannya.
"Kalau DPP INSA merasa tidak dilibatkan, loh kok ini aneh,kan perwakilannya di Priok yakni Insa Jaya sudah menyetujui adanya CR itu.Saya himbau Insa harus berbenah diri secara internal,"tuturnya.
Istilah CR di Priok ini,kata dia, samahalnya dengan pelepasan diskon dan kembali ke tarif container handling charges (CHC) ke 2002.
"Semua cost naik (BBM,Listrik dan upah buruh) wajar kalau ada cost recovery supaya kinerja logistik di pelabuhan berjalan dengan baik,"tuturnya.
Depalindo,kata dia, penyebab tingginya cost logistik yang dipicu oleh pungutan yang dilakukan oleh pelayaran asing melalui agennya di Indonesia al: biaya segel US$40-50/boks, fee koreksi bill of lading (B/L) sebesar US$25/dokumen, fee koreksi manifest US$40, biaya print koreksi B/L sebesar US$10/dokumen, biaya eksport service charges Rp.150.000/dokumen.
Toto mengatakan, pungutan oleh pelayaran itu sudah melebihi Biaya THC yang hanya US$95/boks.
"Keluhan eksportir dan importir ini sudah sering kami sampaikan ke Kemenhub, tetapi belum ada action konkkret," ujar Toto.
Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Pengelola Terminal Peti Kemas Indonesia (APTPI) Paul Krisnadi mengatakan, pengenaan CR peti kemas di Priok tetap diberlakukan per 1 nopember 2014.
"CR tersebut dipungut langsung ke pemilik barang saat buat kartu eksport maupun surat penyerahan peti kemas (SP2) di loket terminal dan sudah disetujui oleh pemilik barang. Jadi sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan pelayaran,"kata Paul.
Kemenhub Didesak Tertibkan Pungutan Pelayaran
Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) mendesak Kemenhub menertiban prilaku perusahaan pelayaran asing lewat agennya di dalam negeri yang memungut biaya-biaya sepihak atau pungli (pungutan liar) kepada pemilik barang ekspor maupun impor Indonesia, karena menambah lebih 80% ongkos logistik nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Akhmad Mabrori
Editor : Martin Sihombing
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
13 jam yang lalu
Bos Eramet Buka-bukaan Soal RI Batasi Pasokan Nikel
15 jam yang lalu