Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia menyatakan diterapkannya sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) menurunkan kinerja ekspor industri mebel pada 2015.
Hal ini terjadi mengingat hingga saat ini, baru 29% pengrajin yang sudah memiliki dokumen tersebut.
Abdul Sobur, Sekretaris Jenderal Amkri, mengatakan, dari total 5.000 pengrajin yang telah memiliki izin ekspor baru baru sekitar 1.000 yang telah memiliki ekspor.
Menurutnya pemerintah harus bertanggung jawab mengenai penurunan kinerja pada tahun depan.
“Kalau memang mandatori, ya tolong diperhatikan betul kondisi di lapangan. Jangan hanya menelurkan kebijakan tetapi juga memberikan pendampingan dan insentif,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (20/10).
Sepanjang tahun lalu ekspor mebel tercatat US$1,81 miliar sedangkan produk kerajinan US$800 juta.
Pada tahun ini total penjualan ke luar negeri diproyeksikan lebih kecil hanya US$2 miliar, sampai dengan September terkumpul US$1,8 miliar.
Sementara pada tahun depan omzet ekspor dipatok sedikitnya US$2,3 miliar.
Nilai ini mayoritas berasal dari produk berbasis kayu sebesar 60%, rotan 13%, plastik 5%, metal 6%, selebihnya berasal dari bambu, panel dan lain-lain.