Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah baru diharapkan tidak alergi dengan kebijakan impor dan peran asing, khususnya dalam pengadaan importasi benih yang menjadi salah satu syarat utama guna mencapai kedaulatan pangan.
Mantan Menteri Pertanian & Guru Besar IPB Bungaran Saragih mengatakan ada dua pilihan yang bisa diterapkan untuk mendapatkan benih yang berkualitas, yaitu mengimpor benih saat terpaksa atau tidak mengimpor namun mengembangkan industri benih di dalam negeri dengan bantuan asing.
“Jika memang terpaksa, impor benih tidak ada masalah. Atau pilihan lainnya, kita bisa langsung panggil pengusaha asingnya untuk mengembangkan benih disini. Doing business disini, dalam jangka panjang kita bisa belajar atau beli perusahaan itu untuk menguasai benih,” katanya di Jakarta (14/10/2014).
Dia mengatakan selama ini kedaulatan pangan digambarkan untuk mencapai swasembada diseluruh lini tanpa impor, padahal hal tersebut tidak bisa dihindarkan mengingat masih sulitnya kita mendapatkan komoditas tertentu yang tidak bisa dihasilkan di dalam negeri.
Bungaran tetap mengingatkan bahwa secara perlahan subtitusi impor benih harus tercipta, yaitu menguasai teknologi dan manajemen dari perusahaan benih asing sehingga pada masa mendatang, dengan sumber daya dan teknologi yang sudah dikuasai dapat menciptakan sendiri benih yang diharapkan.
“Jadi kita tidak perlu alergi impor kalau memang belum bisa kita ciptakan. Kedaulatan itu memutuskan mana yang bisa kita hasilkan dan mana yang tidak sambil belajar untuk jangka panjang dapat kita minimalkan impor itu,” jelasnya.
Hal yang sama diungkapkan Produsen benih sekaligus Sekjen Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Abdul Hamid. Menurutnya, keberhasilan kedaulatan pangan harus dimulai dari penyediaan benih, setelahnya baru fokus pada cara tanam, cara pengolahan kemudian cara penjualan.
“Saya setuju jadi kita tidak bisa sendiri dalam benih, ini kan universal. Kita harus kerjasama karena keberhasilan kedaulatan pangan dimulai dari benih. Kita tidak boleh anti importasi,” katanya.
Dia mencontohkan ladang selada di daerah Lembang pada 5 tahun lalu yang saat itu menunjang kebutuhan selada dalam negeri dan ekspor ke Singapura. Saat ini, ladang selada tersebut tidak berproduksi karena tidak adanya ketersediaan benih.