Bisnis.com, JAKARTA—Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan harga beli petani (HBP) kedelai untuk kuartal IV/2014 dinilai belum cukup memenuhi harapan para petani dan tidak mampu menekan ketergantungan impor komoditas bahan baku tahu dan tempe tersebut.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memutuskan untuk mempertahankan level HBP kedelai seharga Rp7.600/kg dari periode Juli-September ke periode Oktober-Desember tahun ini. Keputusan itu tertuang dalam Permendag No.62/2014.
Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin menjelaskan HBP kedelai pada level tersebut sebenarnya belum cukup mampu menjadi insentif bagi produsen, sehingga minat menanam kedelai pun belum terpantik.
“Kalau [HBP] hanya Rp7.600/kg, itu tidak akan merangsang petani untuk menanam kedelai,” jelasnya kepada Bisnis, Senin (6/10). Dia berpendapat HBP kedelai idealnya bernilai Rp9.000/kg dengan asumsi produksi setara dengan 2,5 ton/hektare.
Saat ini, lanjutnya, produksi kedelai di dalam negeri baru mencapai sekitar 1,4 ton/hektare. “Dengan [HBP kedelai Rp9.000/kg], baru petani kedelai siap tanam dan swasembada kedelai bisa tercapai.”
Dia juga berpendapat pemerintah gagal memperhitungkan masalah gangguan produksi dan tekanan nilai tukar. Faktor-faktor tersebut memengaruhi pembengkakan ongkos produksi, sehingga sudah seharusnya HBP kedelai dinaikkan.
“Sekarang dengan adanya kemarau di Indoensia dan kurs dolar AS yang naik tinggi, pasti memengaruhi produksi dan harga kedelai. Alasan Kemendag [untuk tidak menaikkan HBP] apa? Kasihan petani kedelai lokal, mereka pasti lebih terpuruk lagi,” klaimnya.
Di lain pihak, pemerintah beralsan HBP kedelai tidak dinaikkan karena tidak ada faktor produksi yang berubah dalam analisis biaya usaha tani kedelai untuk triwulan terakhir tahun ini. Meski demikian, pemerintah mengaku memang ada tuntutan untuk menaikkan HBP.
Kemendag optimistis dengan masih diberlakukannya HBP kedelai pada level tersebut, upaya mengurangi ketergantungan impor kedelai masih dapat tercapai. Selain itu, HBP tersebut dinilai sudah cukup berfungsi sebagai insentif untuk mendorong minat tanam petani.
“Melalui kebijakan harga pembelian kepada petani kedelai ini, semangat mereka untuk menanam kedelai akan tetap terpelihara. Nantinya, ini akan menstimulasi peningkatan produktivitas kedelai,” kata Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Srie Agsustina.
Berdasarkan perhitungan pemerintah, sebanyak 60% dari suplai kedelai untuk pemenuhan kebutuhan nasional masih didatangkan dari luar negeri. Hingga akhir Agustus, stok kedelai di gudang importir adalah 239.000 ton dengan harga jual ke distributor Rp7.000-Rp7.300/kg.
Srie menjelaskan insetif harga beli petani ditentukan berdasarkan perhitungan biaya usaha tani, dampaknya terhadap tingkat inflasi, dan besaran laba petani. Harga patokan tersebut akan dikalibrasi ulang setiap tiga bulan sekali.
Badan Pusat Statitik (BPS) melaporkan produksi kedelai pada 2013 hanya mencapai sekitar 780.160 ton biji kering, turun 7,47% atau 62.990 dari pencapaian produksi pada tahun sebelumnya. Adapun, jumlah kebutuhan kedelai impor mencapai 2,4 juta-2,5 juta ton/tahun.