Bisnis.com, DENPASAR—Pengusaha kerajinan berbahan kayu limbah atau recycle di Bali meminta Kementerian Kehutanan tidak mewajibkan produk mereka mengantongi sertifikat legalitas kayu karena bahan baku yang digunakan tidak langsung hasil hutan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia (Asmindo) Bali Pidekso mengatakan saat ini pengusaha kerajinan kayu limbah bingung karena pemerintah pusat belum memiliki aturan jelas perihal kerajinan berbahan kayu bekas.
Padahal, produk mereka tergolong dalam produk mebel dan kerajinan berbahan kayu yang oleh pemerintah terhitung 1 Januari 2015, diwajibkan mengantongi sertifikat legalitas kayu (SLK) berdasarkan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK).
“Kami dilema, karena produk recycle kalau diharuskan ikut SVLK jelas susah, bagaimana melacak kayu-kayu bekas yang didapat dari laut,” jelasnya usai sosialisasi SVLK di Denpasar, Selasa (16/9).
Kerajinan kayu bekas saat ini sedang menjadi tren di Bali dan banyak diekspor ke negara Amerika Serikat, Jepang serta kawasan Eropa.
Produk olahan kayu bekas seperti furniture, kursi dan lemari. Bahan baku kayu diperoleh dari berbagai lokasi seperti sungai, laut, serta bekas perahu nelayan yang tidak digunakan lagi.
Berdasarkan data Asmindo Bali, jumlah pengusaha kerajinan berbahan kayu bekas hingga mencapai 200. Lebih lanjut, Pidekso setuju idealnya setiap kayu harus dapat diketahui asal usulnya, tetapi untuk kayu limbah seperti dari lautan agar diberikan rekomendasi khusus.
Asmindo Bali menegaskan akan pasrah dengan apapun keputusan Kemenhut.
Namun, secara khusus dia mengkuatirkan apabila tidak ada keputusan jelas dari Kemenhut, pengusaha kerajinan kayu bekas asal Bali akan kesusahan ketika mengekspor ke luar negeri.
“Kalau kayu dari laut itu kan tidak menebang di hutan, dan kami juga tidak tahu darimana asal usulnya karena itu, tidak tahu lah nanti bagaiamana pemerintah mensiasatinya,” tuturnya.
Ditemui di lokasi sama, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (BPPHH) Kementerian Kehutanan Dwi Sudharto mengatakan untuk kayu limbah bekas bongkaran rumah dapat disiasati dengan menggunakan dokumen kesesuaian pemasok (DKP).
Namun, diakuinya khusus untuk kayu limbah dari laut belum ada aturan yang menaungi.
Untuk itu, Kemenhut berencana akan mencarikan solusi terbaik menghadapi masalah itu. Dia berharap solusi untuk pengusaha kayu limbah dapat secepatnya dipecahkan agar tidak mengganggu kegiatan eksportir.
“Kalau yang kayu bekas bongkaran tidak masalah bisa pakai DKP, tapi kalau yang seperti dari laut itu akan saya cari solusinya, saya janji akan segera,” jelasnya.