Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONSEP CORPORATE FARMING: Apakah Petani Bersedia?

Corporate farming menjadi salah satu solusi untuk memecahkan masalah rendahnya pendapatan petani karena dinilai lebih efisien dan memiliki daya tawar di hadapan pasar.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Corporate farming menjadi salah satu solusi untuk memecahkan masalah rendahnya pendapatan petani karena dinilai lebih efisien dan memiliki daya tawar di hadapan pasar.

Kepala Balai Besar Sumber Daya Lahan Kementerian Pertanian mengemukakan corporate farming atau menghimpun sejumlah petani dalam satu hamparan untuk bekerja  sama secara serentak juga dapat menangkal hama secara lebih cepat dan terpadu.

"Rasio 0,2 ha per petani itu tidak masuk skala keekonomian. Jadi harus serentak, ya manajemen airnya, pengelolaan tanah, pupuk sampai pasca panen," ujarnya kepada Bisnis, Senin (8/9/2014).

Dia menggambarkan penanaman yang dilakukan serentak lebih tahan hama dibandingkan dengan penanaman berangsur-angsur seperti yang terjadi saat ini. Sebab, kata Dedi, hama akan lebih susah bergerak di hamparan yang luas.

Selain itu, dia menyebutkan sebaiknya corporate farming memilih komoditas yang berharga tinggi seperti produk organik atau sayur dan buah (hortikultura).

"Meskipun produktivitasnya lebih rendah, tapi hasilnya lebih tinggi. Apalagi jika komoditas hortikultura, potensi ekspornya besar sekali. Ini lebih sustainable dibanding jika menanam [komoditas] pangan," ungkapnya.

Terkait dengan pencetakan sawah baru, dia menuturkan sudah tidak mungkin dilakukan di Pulau Jawa. "Cukup pertahankan saja yang ada itu sudah berat," tambahnya.

Dedi menjelaskan, pencetakan lahan baru bisa dilakukan di luar Jawa, seperti Kalimantan Barat, Kalimantan  Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Papua dan Papua Barat. Dia menyebutkan, sawah yang dibuka mestinya berada di lahan suboptimal.

"Potensial itu di lahan kering dan rawa. Lahan rawa di Indonesia itu sampai 34 juta ha, yang bisa dibuat sawah 9 juta ha. Lahan kering malah lebih luas lagi," katanya.

Secara terpisah, profesor riset lahan pertanian Irsal Las menjelaskan, persoalan lahan tidur penting untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah baru, terlebih yang berada di Pulau Jawa.

"Ini sangat tergantung oleh kemauan pemilik lahan. Sebaiknya pemerintah baru bikin regulasi yang bisa mencabut hak atas lahan apabila lama sekali tidak digarap oleh pemilikinya," kata Irsal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arys Aditya
Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper