Bisnis.com, JAKARTA—Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai inflasi pada Agustus 2014 yang mencapai 0,47% terdorong lonjakan tarif dasar listrik merupakan kewajaran.
Pengurangan subsidi listrik yang berdampak terhadap naiknya tarif setrum mendorong kenaikan niaya produksi. Selanjutnya pelaku usaha mengkompensasikan kondisi ini kepada harga jual barang.
“Ada faktor psikologis dari naiknya tarif listrik dan BBM sehingga berdampak ke biaya produksi dan akhirnya harga barang naik,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang perdagangan, distribusi, dan logistik Natsir Mansyur saat dihubungi Bisnis, Senin (1/9/2014) malam.
Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) untuk pelanggan industri I-3 dan I-4 diasumsikan menghasilkan penghematan subsidi Rp8,9 triliun. Tapi kebijakan ini menyesakkan dada pengusaha karena mendongkrak biaya produksi.
Kenaikan TDL pelanggan industri I-3 go public (di atas 200 kVA) dan I-4 (di atas 30.000 kVA) berlaku setiap dua bulan terhitung sejak Mei 2014. Persentase kenaikan untuk kedua golongan ini berkisar 38,9% dan 64,7% dalam setahun. Untuk pelanggan I-3 non go public kenaikannya berlaku mulai Juli 2014.
Industri sejatinya bisa menerima keputusan pemerintah menaikkan harga setrum. Tapi mereka berharap setidaknya lonjakan puluhan persen tersebut tidak dilakukan hanya dalam empat bulan. Sayangnya, harapan perpanjangan jangka waktu cicilan kenaikan tarifpun tidak terkabul.
“Pendorong inflasi ini banyak terkait dengan kenaikan harga makanan dan minuman yang 65% bahannya kita impor. Kenaikan harga jual akan mempengaruhi penjualan,” ucap Natsir.
Menurutnya rerata kenaikan biaya produksi yang dialami industri terdorong lonjakan TDL sekitar 25%. Kehadiran masalah lain menyangkut harga dan ketersediaan bahan bakar minyak berpotensi mengerek biaya produksi naik lebih tinggi.
Sebelumnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan usulan kompensasi kenaikan TDL bagi pelaku industri. Kementerian yakin tak ada satupun item usulan yang akan merugikan negara.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan usulan menyangkut perpajakanpun tidak berseberangan dengan kebijakan nasional. “Semua usulan memungkinan disetujui Kemenkeu. Keputusan kompensasi ini bisa selesai sebelum pemerintahan baru,” ucapnya.
Usulan yang menyangkut perpajakan berupa penundaan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) untuk industri yang pakai bahan baku lokal, dan penguranganpajak penghasilan (PPh). Opsi lain berupa keringanan bea masuk impor mesin konversi energi/barang modal yang bisa mengirit biaya produksi.