Bisnis.com, JAKARTA—Berbagai importir mengaku keberatan terhadap tarif imbalan jasa verifikasi/penelusuran teknis (VPTI) untuk impor baja paduan, yang mereka khawatirkan dapat berujung pada kenaikan harga jual yang memberatkan konsumen.
Berdasarkan surat pengaduan Gabungan Importir Nasional Indonesia (GINSI) terhadap kerja sama operasional (KSO) Sucofindo dan Surveyor Indonesia yang didapat Bisnis, para pengusaha impor mengeluhkan biaya VPTI yang dipertanyakan landasan perhitungannya.
“Sebagai asosiasi, kami merasa tidak dilibatkan dalam penyelenggaraan tersebut, sebagai bahan untuk kami teruskan kepada para [importir umum lainnya] di seluruh Indonesia, mengingat belum semua importir dapat tersentuh,” ujar Ketua Umum GINSI Rofiek Natahadibrata, Selasa (2/9/2014).
Sekadar catatan, pengenaan tarif VPTI tersebut sebenarnya sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.28/2014 tentang kententuan impor baja paduan, dan Permendag No.770/2014 tentang penetapan surveyor sebagai pelaksana VPTI baja paduan.
Adapun, baja paduan yang diatur impornya adalah yang berpos tarif (kode HS) 7225, 7226, 7227, 7228, dan 7229 (kecuali HS 7229.90.90.10 dan 7229.90.90.90). Jumlah pos tarif baja secara total tercatat sebanyak 52 kode HS.
Di dalam Permendag No.28/2014 disebutkan bahwa impor baja paduan hanya dapat dieksekusi oleh importir produsen (IP) atau importir terdaftar (IT) baja paduan. Khusus untuk IT-baja paduan, diwajibkan mengantongi persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan.
Selanjutnya, setiap pelaksanaan impor baja paduan, diwajibkan melalui proses verifikasi atau penelusuran teknis impor di negara muat barang sebelum dikapalkan. Dari situ didapatkan laporan surveyor (LS) sebagai dokumen pelengkap dalam penyelesaian kepabeanan impor.