Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memiliki momentum bagus untuk segera mengurangi subsidi bahan bakar minyak secara bertahap menyusul terbatasnya stok BBM bersubsidi saat ini.
"Ini sebenarnya momentum tepat bagi pemerintah, saat masyarakat lebih menginginkan ketersediaan (BBM), daripada mempertahankan tingginya subsidi BBM," kata Deendarlianto, pakar energi UGM Yogyakarta, Kamis (28/8).
Menurut dia, dana yang didapat dari pengurangan subsidi dapat dialihkan untuk pengembangan infrastruktur energi alternatif lainnya mengingat harga internasional minyak bumi selalu meningkat.
"Kita bisa beralih memfokuskan pada penyiapan konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG), serta menggali energi terbarukan lainnya yang ketersediaannya lebih banyak".
Masyarakat juga harus memahami seberapa tingginya harga internasional minyak bumi saat ini, yang secara bersamaan memicu melonjaknya subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah.
Harga beli BBM masyarakat saat ini, sangat jauh di bawah harga produksinya. Harga internasional BBM saat ini telah mencapai 100 dollar per barel, artinya 1 liter seharusnya dibayar Rp8.400.
"Itu masih minyak bumi mentah, kalau sudah diolah tentunya memerlukan tambahan paling tidak Rp2.000 per liter," ujarnya.
Dengan tingginya harga BBM internasional saat ini maka kemampuan pemerintah untuk membeli juga terbatas.
"Artinya dengan subsidi Rp400 triliun yang dikeluarkan pemerintah maka untuk memenuhi kuota BBM di 33 provinsi juga terbatas," tegasnya.
Sejak kuota BBM bersubsidi dikurangi, stasiun pengisian bahan bakar minyak umum di Tanah Air diwarnai atrean panjang. "Maaf kuota BBM bersubsidi sudah habis," begitu papan pengumuman di sejumlah SPBU di Ibu Kota.
Pengendara kendaraan bermotor pun rela antre berjam-jam untuk mendapatkan BBM meski bukan BBM bersubsidi. (ant/yus)