Bisnis.com, JAKARTA--Keberadaan Indonesia Sea and Coast Guard atau penjaga tunggal laut dan pantai kian mendesak untuk menjamin kepastian bisnis pelayaran.
Oentoro Surya, Komisaris Utama PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. (Apol) mengatakan, sejak keberadaan Indonesia menjadi sebuah republik, negara belum memiliki badan tunggal yang menjaga laut dan pantai.
Kondisi saat ini, penjagaan laut dilakukan oleh 12 instansi yang memiki wewenang penegakan hukum di laut dan pantai sesuai undang-undang masing-masing. Tumpang tindihnya pengamanan laut dan pantai itu menimbulkan efek bola salju terhadap bisnis pelayaran. Karena setiap instansi tersebut kerap kali melakukan pemeriksaan ke atas kapal, sehingga akhirnya mengakibatkan perusahaan pelayaran sulit tepat waktu dalam mengirimkan barang kiriman.
"Sejak merdeka tidak ada Sea and Coast Guard. Kami pusing. Kami tidak bisa on time delivery karena ini-ini saja," kata Oentoro, Senin (25/8/2014).
Dalam catatan Bisnis, akibat tumpang tindih pengakan hukum di laut dan pantai itu pengusaha pelayaran juga harus mengeluarkan extra cost. Dalam setahun, biaya tambahan dari akumulasi seluruh perusahaan pelayaran itu mencapai Rp5 triliun per tahun.
Dia mengusulkan, jika nanti Presiden mengesahkan PP pembentukan badan yang diamanatkan oleh Undang-undang No 17/2008 tentang Pelayaran itu, sebaiknya, tugas kepolisian difokuskan pada pengamanan jalur darat, selain itu Badan Keamanan Laut (Bakamla) dilebur bersama instansi lain seperti Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) untuk menjaga sea and coast guard.
Sebelumnya, tersiar kabar pembahasan draf materi RPP pembentukan sea and coast guard telah menampung masukan dari seluruh pihak yang berkepentingan. Dalam waktu dekat, diperkirakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menandatangani peraturan pemeritah terkait pembetukan lembaga tersebut.