Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

GAEKI Desak Pembatalan PPN 10% untuk Komoditas Kopi

Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (Gaeki) mendesak pemerintah tidak menerapkan pungutan PPN 10% terhadap komoditas kopi guna meningkatkan daya saing dan menjamin iklim usaha yang kondusif.
 Petani mengeringkan biji kopi/Bisnis
Petani mengeringkan biji kopi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (Gaeki) mendesak pemerintah tidak menerapkan pungutan PPN 10% terhadap komoditas kopi guna meningkatkan daya saing dan menjamin iklim usaha yang kondusif.

Sebaliknya, kata Ketua Umum Gaeki Hutama Gandhi, dalam jangka panjang guna pengembangan kopi dan sektor pertanian perlu dilakukan revisi UU No.18 Tahun 2000 dengan memasukkan kopi dan hasil pertanian lainnya sebagai barang bukan kena pajak (Pasal 4).

"Kami telah menyampaikan permintaan itu melalui surat resmi kepada Menko Perekonomian Chairul Tanjung," ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (21/8).

Dia menjelaskan hal itu sehubungan dengan Putusan MA Nomor 70P/HUM/2013 tanggal 25 Februari 2014, mengenai Permohonan Hak Uji Materiil antara Kadin Indonesia melawan Presiden RI, tentang barang-barang hasil pertanian yang merupakan hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan, dan hasil hutan sebagaimana diatur dan ditetapkan dalam Lampiran PP Nomor 31 Tahun 2007 yang semula ditangguhkan dari pengenaan PPN berubah menjadi dikenakan PPN.

Hutama menjelaskan putusan MA No. 70P tersebut berdampak negatif terhadap kelangsungan produksi kopi nasional.

Pertama, komoditas kopi merupakan hasil perkebunan/pertanian yang diambil langsung dari sumbernya sehingga pada hakekatnya komoditas kopi belum ada nilai tambahnya.

Kedua, petani kopi yang memproduksi kopi nasional mencapai 95%, sebagian besar adalah petani kecil yang tidak termasuk PKP, sehingga pengenaan PPN 10%. Pada akhirnya akan menekan harga jual komoditas di tingkat petani.

Komoditas kopi yang telah dikembangkan secara baik sejak tahun 2007 tanpa adanya pungutan PPN 10%, telah cukup memberikan hasil yang positif bagi petani meskipun produktivitasnya masih relatif rendah.

"Dengan pengenaan kembali PPN 10%, maka akan memukul serta melemahkan semangat para petani untuk tetap menanam kopi. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya pendapatan dan kesejahteraan petani, sehingga beban petani kopi pun akan semakin berat," kata Hutama.

Ketiga, bagi pedagang dan eksportir kopi yang sudah berstatus PKP, akan diperlukan tambahan modal dengan tingkat suku bunga yang relatif tinggi, dan diperlukan waktu yang cukup lama
dan proses yang panjang untuk mengajukan restitusi PPN 10% itu.

"Hal itu akan semakin mengurangi daya saing eksportir kopi yang sudah berat dan lemah."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper