Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eksportir Kopi Anggap Pengenaan PPN 10% Ancam Petani

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% terhadap komoditas pertanian, perkebunan dan kehutanan dianggap memberatkan petani dan akan berdampak pada penurunan produksi, salah satunya komoditas biji kopi.
  Pengenaan PPN 10% dianggap memberatkan petani kopi. /
Pengenaan PPN 10% dianggap memberatkan petani kopi. /
Bisnis.com, JAKARTA – Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% terhadap komoditas pertanian, perkebunan dan kehutanan dianggap memberatkan petani dan akan berdampak pada penurunan produksi, salah satunya komoditas biji kopi.
 
Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Irfan Anwar mengatakan aturan tersebut dikhawatirkan membuat petani mengganti tanamannya dengan memproduksi komoditas lain yang lebih menguntungkan.
 
“Petani akan menelantarkan tanaman kopinya atau bahkan mengganti tanaman kopi ke tanaman lain yang lebih menguntungkan. Akibatnya, akan berdampak pada menurunnya produksi kopi nasional,” katanya di Gedung AEKI, Jakarta, dikutip dari Bisnis (18/8/2014).
 
Menurut Irfan, pasokan kopi dalam negeri juga akan menurun. Hal tersebut diperkuat dengan produksi biji kopi dalam negeri yang tidak sebaik pada tahun lalu. AEKI mencatat produksi biji kopi mencapai 750.000 ton tahun lalu, dan hanya menargetkan 600.000 ton untuk tahun ini,
 
“Akibatnya kebutuhan dalam negeri akan dipenuhi dengan kopi impor. Jika dibiarkan, maka posisi Indonesia akan berubah statusnya dari produsen kopi ketiga terbesar di dunia menjadi negara net impor kopi,” tuturnya.
 
Bagi eksportir, Wakil Ketua Kompartemen Industri Kopi Spesialti AEKI Pranoto Soenarto menjelaskan pengenaan PPN 10% akan memperbesar modal kerja, yang dikhawatirkan akan membuat kopi dalam negeri menjadi kalah saing dengan Vietnam dan Brazil yang akan lebih murah.
 
“Kalau kita lihat dari petani pasti harus naikkan harga, belum lagi di naikkan harga di level konsumer. Akan dua kali. Ekspor kita sudah mencapai US$ 1,7 m US Dollar, kalau ada nilai tambah maka harus ada biaya tambahan lagi. Karena mahal, pasar jadi tidak akan beli dengan kita,” jelasnya.

Sebelumnya, Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2007 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai menyatakan produk pertanian termasuk yang tidak dikenai PPN. 
 
Namun, Mahkamah Agung melalui keputusan MA Nomor 70 Tahun 2014 memutuskan untuk membatalkan sebagian perpres No 31/2007 yang menyatakan  penyerahan barang hasil pertanian yang dihasilkan dari usaha pertanian, perkebunan, dan kehutanan oleh pengusaha kena pajak dikenai PPN. Barang itu meliputi produk seperti kakao, kopi, biji pala, sawit, biji mente, lada, cengkeh dan getah karet. Sementara untuk produk hortikultura seperti pisang, jeruk, mangga, salak, dan durian. 
 
Menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati pengenaan PPN pada sektor perkebunan antitesis dengan canangan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas nasional.
 
“Kontra dengan target kita yang akan meningkatkan produktivitas nasional dengan insentif dan bantuan lainnya, namun jika mereka dikenakan untuk membayar PPn maka insentifnya akan semakin rendah, sehingga bukan tidak mungkin petani akan lari dari sektor ini,”katanya saat dihubungi Bisnis pada Minggu (17/8/2014).
 
Enny mengatakan dampak secara tidak langsung akan diterima oleh petani melalui tekanan harga. Dia menjelaskan selama ini posisi petani sangat lemah, terlihat dari bargaining position petani yang rendah, sementara perusahaan tidak ingin keuntungan yang diterima berkurang.
 
“Akan di take over ke level hulu. Ketika ada tambahan cost, akan menekan harga di level petani. Ini harus dipikirkan pemerintah secara holistik,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Irene Agustine
Editor : Setyardi Widodo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper