Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai berpotensi melanggar paling tidak 4 undang-undang jika tetap ngotot melarang PT Pertamina (Persero) menaikkan harga elpiji 12 kg, kalau larangan tak dibarengi penetapan elpiji sebagai barang bersubsidi.
Pengamat sekaligus mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2005-2010 Said Didu mengatakan pemerintah akan melanggar hal prinsipil.
"Bila pemerintah ikut-ikutan, melanggar UU tentang BUMN, UU Perpajakan, UU Perseroan Terbatas, dan UU Persaingan Usaha," katanya pada Bisnis, Kamis (14/8/2014).
Menurutnya berdasarkan UU yang mengatur BUMN pemerintah tak berhak ikut campur jika aksi korporasi perseroan terkait barang nonsubsidi.
Dalam penjelasan Pasal 66 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN jika pemerintah mau mengatur pemerintah harus memberi kompensasi, termasuk margin yang diharapkan perseroan.
Said menambahkan sikap pemerintah juga bisa memicu Pertamina melanggar UU Perpajakan dan UU Perseroan Terbatas. Kan tidak boleh perusahaan menjual atau merencanakan secara rugi. Dari sisi pajak juga tidak boleh, imbuhnya.
Pertamina berencana menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp1.000Rp1.500 per kg untuk Agustus 2014. Selama ini perseroan hanya menjual produk itu di level Rp6.500 per kg, jauh di bawah harga keekonomiannya sekira Rp15.000 per kg.
Akibatnya perseroan menanggung rugi lebih dari Rp5 triliun per tahun di bisnis elpiji 12 kg ini. Sepanjang semester I/2014 Pertamina menorehkan rugi Rp2,81 triliun dari sektor tersebut.
Dari sisi persaingan usaha, sambung Said, harga elpiji saat ini juga berpotensi melanggar karena menjual di bawah harga wajar sehingga menghalangi sistem persaingan sehat. Jika bersikukuh melarang, pemerintah harus memasukkan produk itu sebagai barang bersubsidi. Saat ini yang disubsidi hanya elpiji tabung 3 kg.
Said menegaskan kalau pemerintah tak mau menanggung selisih harga, lebih baik Pertamina berhenti menjual daripada merugi. Menurutnya dari sisi konsumen sebenarnya takkan terlalu berpengaruh karena sebagian besar penggunanya kalangan menengah ke atas.