Bisnis.com, JAKARTA – Daya beli masyarakat terus melemah, ditunjukkan oleh indeks penjualan riil atau IPR Juni 2014 yang tumbuh hanya 8,6% (year on year) atau melandai dari bulan sebelumnya 14,7%. Namun, Bank Indonesia menilainya masih wajar.
Angka itu melanjutkan tren perlambatan sejak awal tahun sekaligus menunjukkan pertumbuhan terendah dalam 10 bulan terakhir dengan indeks di bawah dua digit.
Survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia menyebutkan perlambatan terutama didorong oleh deselerasi pertumbuhan penjualan riil kelompok makanan, minuman, dan tembakau dari 17,9% (y-o-y) menjadi 7,5% dan kelompok bahan bakar kendaraan dari 19,1% menjadi 10,2%.
Kendati perkembangan terakhir menunjukkan IPR melambat di bawah dua digit, BI menilai indikator pelemahan daya beli itu belum serius karena masih dalam koridor transmisi kebijakan moneter yang diinginkan bank sentral.
“Kami tidak terlalu heran. Itu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat, dan itu bukan sesuatu yang baru,” kata Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs saat dihubungi, Selasa (12/8/2014).
Sejak Juni 2013, BI menempuh kebijakan pengetatan moneter melalui penaikan suku bunga acuan untuk mengobati defisit transaksi berjalan sekaligus mengarahkan pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang berkelanjutan.
Dengan penaikan suku bunga, BI berharap kemampuan konsumsi masyarakat, terutama yang mengandung produk impor, berkurang meskipun dengan konsekuensi pertumbuhan ekonomi melambat.
Namun jika melihat data BI, kelompok peralatan informasi dan komunikasi serta bahan bakar kendaraan – yang mengandung konten impor tinggi -- relatif berdaya tahan dibandingkan kelompok yang lain dengan pertumbuhan tahunan masing-masing 33,1% dan 10,2% pada Juni meskipun dalam tren melambat.
Kelompok perlengkapan rumah tangga lainnya terkontraksi 10,4%. Demikian pula dengan kelompok barang budaya dan rekreasi turun 8,1%. Sementara itu, kelompok barang lainnya masih tumbuh 12,5% meskipun melambat.
“Ini menunjukkan permintaan peralatan komunikasi masih tinggi, bukannya kebijakannya yang tidak mempan,” ujar Peter.
Perlambatan penjualan riil tersebut mengonfirmasi hasil survei konsumen Juni 2014 yang mencatat perlambatan konsumsi rumah tangga, tecermin dari penurunan indeks keyakinan konsumen (IKK) Juni 2014 dari 116,9 menjadi 116,3.
IKK Juni melemah karena penurunan persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dibandingkan 6 bulan lalu, terutama mengenai ketersediaan lapangan kerja. Indeks ketersediaan lapangan kerja turun 2,2 poin, diikuti indeks ketepatan waktu pembelian barang tahan lama terkontraksi 0,8 poin, dan indeks penghasilan saat ini terkoreksi 0,8 poin.
“Logikanya masih sama. Dengan pertumbuhan ekonomi yang turun, di mana ekspor belum naik, impor belum tinggi, orang jadi berpikir ketersediaan lapangan kerja berkurang,” jelas Peter.