Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Operasional Drone Mahal, KKP Pilih Program Indeso Berantas IUU Fishing

Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan tidak ingin menggunakan pesawat tanpa awak (drone) dan memilih untuk meneruskan program infrastructure development for Space Oceanography (Indeso) dalam rangka pengamanan laut atas maraknya Ilegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUU Fishing).
Drone/ilustrasi
Drone/ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak ingin  menggunakan pesawat tanpa awak (drone) dan memilih untuk meneruskan program infrastructure development for Space Oceanography (Indeso) dalam rangka pengamanan laut atas maraknya Ilegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUU Fishing).

Hal tersebut dikemukakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo saat menerima kunjungan Senator Sheldon Whitehouse, dari Rhode Island dan Senator John McCain dari Arizona Amerika Serikat di Gedung KKP, Senin (11/8/2014).

Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup tersebut, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Gellwyn Jusuf menjelaskan salah satu yang dibahas adalah mengenai teknologi yang ingin dikedepankan Indonesia dalam memberantas praktik ilegal tersebut.

“Dibahas mengenai teknologi apa yang mau dikembangkan Indonesia. Pak Menteri menyatakan untuk meneruskan Indeso untuk observasi yang ada di Balitbang. Dengan data satellit itu, praktik tersebut akan semakin terlihat,” katanya.

KKP menegaskan tidak dulu menggunakan drone yang dapat mendeteksi adanya IUU Fishing karena beberapa pertimbangan.

“Senator juga bertanya apakah ada rencana menggunakan drone? Kita bilang mungkin saja, tetapi ini saja dulu yang akan kami buat,” jelasnya.

Berdasarkan data yang didapatkan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Indonesia merugi hingga Rp101,40 triliun per tahun akibat praktik IUU Fishing.

Angka ini tiga kali lipat lebih banyak dari prediksi Food Agriculture Organization (FAO) pada 2001 yang mengatakan potensi kerugian Indonesia tiap tahun mencapai Rp30 triliun.

Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Suhana mengatakan kebijakan drone tidak disarankan karena biaya yang dikeluarkan besar mencapai Rp1,5 triliun untuk satu pesawat.

“Biayanya satu drone sangat tinggi. Sementara berapa banyak yang dapat digunakan untuk men-cover laut Indonesia?” katanya kepada Bisnis, Senin (11/8/2014).

Menurutnya, pelaksanaan Indeso selama ini juga kurang efektif karena ketidakseriusan aparat di lapangan dan anggaran pengawasan yang terus dikurangi.

Suhana berpendapat pemerintah sebaiknya beralih pada kebijakan yang bersifat soft, yang tidak mengeluarkan banyak biaya namun dirasa cukup efektif untuk menangani IUU Fishing.

“Masih ada cara lain, seperti membuat kebijakan bersifat soft dengan menerapkan sistem asal usul ikan seperti yang diterapkan Uni Eropa. Siapa yang tangkap, di mana, alat tangkapnya apa, koordinatnya berapa, semuanya tercatat,” jelasnya.

Menurutnya, Uni Eropa cukup terbantu dengan kebijakan tersebut. Dia mengatakan hal tersebut bisa diterapkan di Asean karena pencurian ikan disinyalir dilakukan negara-negara tetangga.

“Tidak perlu biaya tinggi, tinggal bagaimana mendesak Asean untuk menerapkan kebijakan ini bersama-sama, sehingga IUU Fishing dapat diberantas,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Irene Agustine
Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper