Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mendesak Ditekan, Ketergantungan Bahan Baku Impor

Ketergantungan bahan baku impor yang tinggi menyebabkan industri nasional rentan terhadap gejolak kurs mata uang asing.
Petikemas impor/Bisnis
Petikemas impor/Bisnis

Bisnis.com, BANDUNG—Ketergantungan bahan baku impor yang tinggi menyebabkan industri nasional rentan terhadap gejolak kurs mata uang asing.

Setelah melemah cukup signifikan sebesar 26% menjadi Rp12.000 per dolar AS di akhir tahun 2013, kurs rupiah cenderung menguat di kuartal I 2014.

Pengamat Ekonomi Universitas Padjadjaran Kodrat Wibowo mengatakan dibukanya impor bahan baku industri nasional perlu diimbangi dengan pengembangan industri hilir yang menjadi indikator positifnya pertumbuhan industri dalam negeri.

Menurutnya, pemerintah wajib memikirkan hilirisasi industri guna mengurangi ketergantungan pada mesin-mesin barang modal dan bahan baku penolong dari luar negeri.

"Defisit neraca perdagangan dalam negeri akan semakin lebar jika pengembangan hilirasi industri terabaikan," ungkap Kodrat kepada Bisnis, Senin (11/8/2014).

Kodrat memaparkan banyak industri dalam negeri yang mengimpor bahan baku untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan tidak diekspor kembali sehingga tidak menghasilkan devisa.

Dia menjelaskan tidak lebih dari 30% dari total industri di dalam negeri yang merupakan industri formal dan memiliki data saing. Selebihnya sekitar 70% merupakan industri informal yang tidak memiliki daya saing.

Untuk mencegah semakin terpuruknya industri nasional menjelang masyarakat ekonomi Asean (MEA) 2015, Kodrat ingin masalah ini segera menjadi prioritas Kementerian Perindustrian.

"Salah satu caranya Kemenperin dapat mempercepat program hilirisasi agar ketergantungan bahan baku impor semakin kecil, karena setidaknya dibutuhkan waktu dua tahun untuk memperkuat struktur industri di dalam negeri," tutur Kodrat.

Badan Pusat Statistik Jawa Barat merilis nilai impor Mei 2014 mencapai US$1,06 miliar atau turun 14,87% dibanding April 2014.

Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jabar Dody Gunawan Yusuf mengatakan impor nonmigas Mei 2014 mencapai US$987,06 juta atau turun 14,76% dibanding April 2014. Sementara impor Migas Mei 2014 mencapai US$75,01 juta atau turun 16,36% dibanding April 2014.

"Secara kumulatif nilai impor Januari – Mei 2014 mencapai US$5,57 miliar atau turun 8,75% dibanding periode yang sama tahun 2013," katanya.

Dia melanjutkan kumulatif nilai impor migas sebesar US$700,55 juta turun 29,03% dan impor nonmigas sebesar US$4,87 miliar turun 8,10%.

Dody menjelaskan nilai impor nonmigas terbesar Mei 2014 adalah mesin/peralatan listrik dengan nilai US$278,68 juta . Nilai ini turun 8,99% dibanding April 2014.

"Impor nonmigas Jawa Barat pada Mei 2014 terbesar dari Tiongkok sebesar US$238,39 juta, Korea Selatan sebesar US$183,80 juta, dan Jepang US$156,05 juta dengan peran masing-masing 24,15%, 18,62%p, dan 15,81%," jelasnya


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper