Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah kalangan menilai laju inflasi Juli 2014 sebesar 0,93% atau lebih rendah ketimbang tahun-tahun sebelumnya, memberikan sinyal jika pertumbuhan ekonomi ke depan masih akan melambat, sekaligus mempersulit Indonesia menghindari ancaman middle income trap.
Hal itu dikarenakan laju inflasi selama ini lebih banyak didorong dari melemahnya daya beli warga. Kondisi itu tercermin dari tingkat konsumsi bahan makanan, makanan jadi, dan bukan makanan dalam Indeks Tendensi Konsumen (ITK) kuartal II/ 2014 yang turun 3,95 poin menjadi 108,54.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty mengatakan daya beli konsumen yang menurun akan menyebabkan kegiatan ekonomi ke depan kian lesu. Alhasil, pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan Indonesia kian tipis.
“Inflasi Juli itu kabar baik tapi tidak seindah itu. Ada sinyal pertumbuhan ekonomi akan kian melambat. Padahal kita sedang butuh pertumbuhan ekonomi minimal 7%-9% guna menghindari middle income trap. Jadi masih banyak PR bagi pemerintah,” katanya, Kamis (9/8/2014)
Telisa menjelaskan kebijakan moneter ketat yang dilakukan selama ini berhasil menjaga inflasi dapat terkendali. Kendati demikian, kebijakan moneter ketat juga membawa dampak buruk terhadap daya beli, konsumsi hingga tendensi bisnis.
Dia menilai permintaan yang melemah seharusnya dikompensasi dengan pasokan. Sayangnya, masalah pasokan masih sulit untuk dibenahi karena perlu perbaikan dari berbagai sisi, seperti infrastruktur, logistik hingga tenaga kerja.
Senada, Ekonom dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam mengatakan dari konteks inflasi, upaya stabilisasi harga yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia selama ini sudah berhasil.
“Tetapi, dari konteks peningkatan kesejahteraan warga, pemerintah masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan dalam mengelola perekonomian sesuai dengan kebutuhan,” tuturnya.
Menurutnya, Bank Indonesia sudah seharusnya mulai mengkaji ulang kebijakan moneter ketat guna mendorong investasi dan sektor riil lebih besar. Alhasil, pertumbuhan ekonomi kian meningkat, sekaligus menciptakan kesempatan kerja formal.
Seperti diketahui, penyerapan tenaga kerja dari realisasi investasi sepanjang semester I/2014 kian mengecil. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tenaga kerja yang terserap hanya 610.959 orang, turun 38% dari periode yang sama tahun sebelumnya 988.300 orang.
Sementara itu, ekonom Ec-Think Indonesia Iman Sugema berharap pemerintah yang akan datang fokus ke peningkatan sektor riil guna menggenjot pertumbuhan ekonomi, antara lain meningkatkan investasi, perbaikan infrastruktur dan lain sebagainya.
“Nah untuk pemerintah yang saat ini tidak dapat berbuat banyak karena waktu yang tersisa tidak banyak. Masalah pertumbuhan ekonomi ini pastinya akan diwariskan kepada pemerintah yang akan datang,” jelasnya.
Daya Beli Turun, Pertumbuhan Ekonomi Berpotensi Kian Melambat
Sejumlah kalangan menilai laju inflasi Juli 2014 sebesar 0,93% atau lebih rendah ketimbang tahun-tahun sebelumnya, memberikan sinyal jika pertumbuhan ekonomi ke depan masih akan melambat, sekaligus mempersulit Indonesia menghindari ancaman middle income trap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ringkang Gumiwang
Editor : Ismail Fahmi
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
33 menit yang lalu
Macquarie Revisi, Segini Konsensus Target Saham GOTO Terbaru
1 jam yang lalu
Pilah-pilih Saham Lapis Dua Likuid Mercy Harga Bajaj
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
1 jam yang lalu