Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BBM BERSUBSIDI: HNSI Tolak Pembatasan bagi Nelayan

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) menolak kebijakan pembatasan penjualan solar bersubsidi bagi nelayan yang ditetapkan mulai 4 Agustus lalu.
HNSI mendesak pemerintah mengkaji ulang kebijakan pembatasan penjualan solar bersubsidi. /Bisnis.com
HNSI mendesak pemerintah mengkaji ulang kebijakan pembatasan penjualan solar bersubsidi. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) menolak kebijakan pembatasan penjualan solar bersubsidi bagi nelayan yang ditetapkan mulai 4 Agustus lalu.

"Tidak pantas negara membatasi subsidi bahan bakar bagi nelayan karena nelayan kan produktif," ujar Ketua Umum DPP HNSI Yussuf Solichien, Rabu (6/8/2014).

Pendapatan nelayan yang turun hingga 50% menjadi alasan utama penolakan HNSI terhadap pemberlakuan pembatasan penjualan solar bersubsidi. "Akibat pembatasan solar nelayan berkurang intensitas melautnya jadi pendapatannya berkurang hingga 50%," ujarnya.

Yussuf mengatakan nelayan yang pendapatannya Rp1.000.000 atau Rp600.000 per hari bisa berkurang hingga setengahnya.

Menurut Yussuf, dari 2,5 juta kiloliter kebutuhan solar bersubsidi per tahun bagi nelayan kini dipotong menjadi 1,5 juta kiloliter. "Sekitar 40% nelayan tidak mendapat pasokan solar bersubsidi," katanya.

Yussuf menegaskan HNSI mendesak pemerintah mengkaji ulang kebijakan pembatasan penjualan solar bersubsidi tersebut.

Menurut dia, pemerintah Indonesia seharusnya mencontoh negara lain seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan China yang memberikan subsidi 40-60 persen bagi nelayan.

Purnawirawan jendral TNI Angkatan Laut itu menyayangkan kebijakan pemerintah yang menurutnya tidak berpihak pada nelayan yang 90% merupakan masyarakat miskin. "Daripada mengurangi subsidi solar untuk nelayan kenapa tidak mengurangi subsidi premium untuk kendaraan pribadi," katanya.

Pihaknya sudah berusaha bicara dengan BPH Migas, Kementerian ESDM, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, namun hingga kini belum ada tanggapan berarti. "Kalau usaha melalui lobi dan surat resmi kami tidak berhasil, kami akan mengadakan demo besar-besaran agar kebijakan ini direvisi," ujarnya.

Lebih jauh, ia menuturkan ada nelayan yang harus membayar hingga Rp20.000 di Pulau Seribu dan Rp40.000 di Papua dan Maluku, itu pun dengan jumlah yang terbatas.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper