Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan mendorong koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah lebih intens agar program penanggulangan kemiskinan dapat berjalan lebih efektif meski anggaran APBN 2014 dipangkas hingga Rp43 triliun.
Deputi Bidang Kemiskinan Ketenagakerjaan dan UMKM Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rahma Iriyanti mengatakan koordinasi antara pemerintah dan pusat menjadi sangat penting mengingat dipangkasnya anggaran kemiskinan.
“Memang betul anggaran kemiskinan yang dipotong akan mempengaruhi target, tetapi saya yakin bisa target itu dikejar apabila bisa membuat program kemiskinan itu dapat berjalan lebih efektif dan efisien,” tuturnya, Senin (21/7/2014).
Rahma mengaku pemerintah mendorong kabupaten/kota segera membentuk tim koordinasi penanggulangan kemiskinan daerah (TKPKD). Menurutnya, TKPKD dapat mempermudah pemerintah pusat dalam menanggulangi kemiskinan di daerah.
Dia mengklaim pengurangan kemiskinan di daerah menjadi lebih baik ketika pemerintah daerah membentuk TKPKD tersebut. Namun demikian, dia tidak dapat memberikan data mengenai jumlah TKPKD di pemerintah daerah saat ini.
“Kami di pemerintah pusat merasa terbantu karena pemerintah daerah sudah mulai aware mengenai koordinasi dengan pusat. Mereka sekarang lebih aktif berkonsultasi dengan pusat, apalagi mereka punya dana yang cukup besar,” jelasnya.
Hal ini juga sejalan dengan Perpres No. 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Perpres tersebut mengamanatkan penguatan kelembagaan koordinasi penanggulangan kemiskinan di tingkat pusat maupun daerah, antara lain melalui TKPKD.
Selain itu, lanjut Rahma, TKPKD membantu penyerapan APBD dalam penanggulangan kemiskinan di daerah menjadi lebih optimal. Menurutnya, penyerapan anggaran daerah untuk penanggulangan kemiskinan selama ini masih menjadi persoalan.
“Bukan dari dana APBN saja agar pembangunan berjalan itu berjalan, masih ada dari dana daerah, yakni APBD yang cukup besar. Nah, semua itu ditunjukkan ke usaha-usaha menurunkan kemiskinan,” ujarnya ketika dihubungi, Minggu (20/07).
Seperti diketahui, setidaknya ada lima program yang terkena dampak dari pemangkasan anggaran a.l. pertama, program Pembangunan Prasarana Infrastruktur Perdesaan (PPIP). Nantinya, program ini secara keseluruhan dihentikan secara total.
Kedua, program asistensi sosial lanjut usia & disabilitas berat, serta warakawuri, perintis kemerdekaan dan janda perintis. Bantuan untuk program tersebut hanya akan dilakukan selama 10 bulan dari sebelumnya 12 bulan.
Ketiga, program Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Akibat pemangkasan, pemerintah tidak dapat melaksanakan validasi dan verifikasi penyandang masalah kesejahteraan sosial yang belum teregistrasi dari program tersebut.
Keempat, program PNPM Mandiri Perdesaan dan Program Quick Wins MP3KI. Pengurangan anggaran dilakukan pada Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar 11,5%. Akan tetapi, pengurangan itu direncanakan dilakukan pada pembayaran terakhir pelaksanaan program.
Kelima, Program Keluarga Harapan (PKH). Nantinya, indeks bantuan bagi 2,4 juta keluarga sangat miskin berkurang menjadi Rp1,6 juta per tahun per keluarga. Adapun, target peserta baru keluarga sangat miskin tersebut berkurang menjadi 633.000 orang, dari sebelumnya 873.000 orang.
Sementara itu, Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati sepakat koordinasi perlu lebih ditingkatkan. Menurutnya, target kemiskinan sulit dikejar karena koordinasi antar pusat dan daerah yang minim.
“Nah ini memang masalah krusial kita. Koordinasi atau sinergitas yang dilakukan selama ini, baik pusat dan daerah, maupun antar kementerian tidak pernah berjalan baik. Dan seharusnya ini diperbaiki, meskipun tidak ada pemangkasan,” tuturnya.
Di samping itu, Enny menilai dana idle yang dimiliki pemerintah daerah selama ini dapat juga digunakan untuk menanggulangi kemiskinan. Seperti diketahui, dana idle pemerintah daerah di perbankan pada 2013 pernah mencapai Rp109 triliun.