Bisnis.com, JAKARTA - Pakar hukum pertambangan Prof. Abrar Saleng mengatakan saat ini terdapat lebih dari 4.000 izin usaha pertambangan, termasuk perizinan yang dikelola kemitraan pihak lokal dan asing, masih bermasalah dan belum ditetapkan clean and clear oleh pemerintah.
"Penyebab IUP itu bermasalah karena, ketidak-hati-hatian pemerintah daerah dalam mengeluarkan izin, kemudian tumpang tindih izin antara pemda dan pusat, serta proses keluarnya izin tersebut yang menyalahi aturan," kata Abrar saat berdiskusi dengan pers di Jakarta, Jumat (4/7/2014) malam.
Izin Usaha Pertambangan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010.
"Ini semua terjadi di seluruh Indonesia. Saya tidak menyebutkan satu per satu, namun berdasarkan penelitian, terdapat 10.068 izin bermasalah, tapi yang sudah clean and clear sekitar 6.000, dan 4.000 lagi belum clear and clear” ujar dia.
Dia menyebutkan salah satu sengketa perizinan adalah kasus PANI Project yang melibatkan Koperasi Unit Desa (KUD) Dharma Tani Marisa dan mitra asingnya di Gunung Pani, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, sebuah lokasi seluas 100 hektare, yang dianggap memiliki potensi emas.
Pemerintah daerah berani dalam salah satu kasus sengketa perizinan itu, Abrar mengaku telah memberikan nasehat hukum kepada Pemkab Pohuwato, Gorontalo terkait polemik lahan tambang emas antara pihak lokal dengan mitra asingnya.
Dia mengatakan sudah terbukti terjadi pelanggaran hukum soal kepemilikan saham sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, pemkab berani bertindak tegas untuk mencabut izin.
"Sesuai regulasi, pihak lokal harus memiliki porsi saham yang lebih besar. Jika terdapat pelanggaran dan tidak ada itikad baik, sebaiknya pemberi izin (pemerintah daerah) berani mengambil tindakan," ujarnya.
Jika merujuk pada regulasi, izin tidak hanya dapat diberikan kepada pemerintah daerah, namun juga pemerintah pusat. Abrar menekankan masalah dalam proses pemberian dan pelaksanaan izin memang sering menimbulkan sengketa dengan mitra asing.
Maka itu, dia menekankan, bahwa pemberi izin dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, harus konsisten, bahwa pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain, termasuk juga asing.
Pihak lain, dalam hal ini, merupakan badan usaha yang 51% atau lebih sahamnya tidak dimiliki oleh pemegang IUP dan IUPK.