Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit Transaksi Berjalan Masih Besar, Pengetatan Moneter Perlu Dilanjutkan

Pengetatan moneter melalui patokan suku bunga (BI Rate) sebesar 7,5% dinilai perlu dilanjutkan walaupun BI memprediksi pertumbuhan ekonomi 5,15% jika rencana pemotongan anggaran kementerian/lembaga senilai Rp100 triliun dilakukan lewat RAPBNP 2014.

Bisnis.com, JAKARTA – Pengetatan moneter melalui patokan suku bunga (BI Rate) sebesar 7,5% dinilai harus dilanjutkan walaupun prediksi pertumbuhan ekonomi BI berada 5,15% jika rencana pemotongan anggaran kementerian/lembaga senilai Rp100 triliun dilakukan lewat RAPBNP 2014.

Deputy Country Director Indonesia Resident ADB Edimon Ginting menyatakan Indonesia masih memerlukan pengetatan moneter agar terjadi stabilitas ekonomi.

“Masih harus dilakukan [pengetatan moneter]. Pertumbuhan itu jangan dilihat dari sisi jangka pendek. Stabilitas sekarang akan menunjang pertumbuhan ke depan yang lebih berkualitas 1 atau 2 tahun ke depan,” ujarnya, Rabu (11/6/2014)

Ketika ditanya prediksi kuartal II, ia mengatakan pertumbuhan ekonomi masih stabil dari angka sebelumnya dan akan mengalami kenaikan pada kuartal III dan IV. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi kuartal I/2014 sebesar 5,21%.

Baginya, pertumbuhan ekonomi yang melambat saat ini tidak perlu dipermasalahkan. Dia mengatakan pemerintah harus fokus mengatasi permasalahan terbesar yang membuat ketidakstabilan ekonomi, salah satunya pada sisi fiskal, yakni defisit transaksi berjalan yang masih besar, apalagi pada kuartal II tahun ini.

Edimon tidak menyangka pemulihan ekspor Indonesia jauh lebih lambat dari perkiraan 6%. Lambatnya ekspor pada kuartal I membuat pertumbuhan sedikit tertahan. “Jika ekspor lebih bagus, flow-nya akan berbeda.,” ujarnya.

Dalam data resmi BPS, ekspor Indonesia pada April 2014 turun 5,92% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun dibandingkan April 2013, ekspor menurun 3,16%.

Penurunan tertinggi terjadi ekspor minyak mentah sebesar 26,71% dibandingkan Maret 2014, dan 11,03% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Menurutnya,  circle stabilization segera berakhir, terutama dengan terbentuknya pemerintah baru. Dengan pengetatan fiskal saat ini, pemerintahan baru mendapat ruang untuk mendukung pertumbuhan karena anggaran dinilai stabil.  

Selain itu, kata Edimon, akan sangat penting jika pemerintahan baru mendukung pertumbuhan dari supply atau sisi riil.

Menteri Keuangan Chatib Basri pun mengatakan BI berada di jalur yang benar untuk mempertahankan BI Rate pada 7,5%.

"Kebijakan BI untuk menjaga [BI Rate] di tingkat 7,5% baik karena di masa depan kita akan menghadapi kenaikan suku bunga acuan The Fed,” ujarnya.

Dengan ketatnya BI Rate, impor derasnya arus impor dapat ditekan sehingga dapat memperbaiki defisit transaksi berjalan.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistyaningsih menyatakan dalam kondisi perekonomian Indonesia saat ini, BI Rate lebih aman jika tetap ditahan pada posisi sekarang.

Menurutnya, walau kenaikan impor musiman diperkirakan terjadi tapi penambahan dosis pengetatan moneter tidak perlu dilakukan. “Mungkin nanti Juni sudah melambat lagi karena sudah permintaan impornya sudah relatif terpenuhi,” ujarnya.

Selain itu, dengan adanya fenomena penawaran bunga tinggi di perbankan saat ini, likuiditas menjadi ketat, sehingga perlu kehati-hatian untuk menaikan suku bunga acuan.

Bila dilonggarkan, desain perlambatan ekonomi tidak akan tercapai di tengah nilai tukar rupiah yang sedang melemah dan tingkat impor tinggi. BI sendiri di saat yang sama juga sedang mengupayakan perlambatan kredit ke 15%-17%.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara pun menyatakan pengetatan masih akan dilakukan.

“Saya rasa pesannya adalah kebijakan moneter masih tight bias, artinya masih tetap mempertahankan pola yaitu mengurangi impor sambil juga memberi stimulus kepada eksportir. Lihat besok saja [hari ini rapat kebijakan penentuan BI Rate],” ujarnya.

Menurut dia, defisit transaksi berjalan masih akan mengalami tekanan pada kuartal II dan III sehingga masih menjadi faktor yang menjadi pertimbangan kebijakan moneter.

Ketika ditanya hingga kapan pengetatan akan dijalankan, dia mengharapkan pada 2015 bisa diakhiri karena pada 2014, defisit masih diperkirakan 3% dari PDB belum sesuai dengan target 2%-2,5%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper