Bisnis.com, JAKARTA – Pelebaran defisit transaksi berjalan pada kuartal II/2014 tak terhindarkan lagi menyusul adanya defisit neraca perdagangan pada April 2014 senilai US$1,96 miliar.
Ekonom PT Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih memprediksi kondisi berbaliknya defisit setelah adanya tren surplus dari Februari US$840 juta dan Maret US$670 juta ini akan memicu pelebaran defisit neraca berjalan lebih dari kuartal I/2014 yang ada pada kisaran 2,06%.
“Kemungkinan bisa melebar hingga 2,5%,” ujarnya Rabu (4/6/2014).
Pelebaran defisit neraca perjalanannya diakibatkan pula adanya tren neraca perdagangan yang pada bulan puasa diprediksi mengalami defisit kembali. Perusahaan cenderung mengantisipasi banyaknya permintaan konsumen dengan mengimpor bahan baku untuk stok.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada April 2014, impor barang ke Indonesia senilai US$16.256,3 juta, mengalami kenaikan jika dibandingkan Maret 2014 senilai US$14.523,7 juta. Adapun persentase impor barang baku atau penolong masih menempati posisi tertinggi, yakni US$12.446,9 juta.
Baik barang baku maupun barang konsumsi diprediksi akan mengalami kenaikan. Lana pun mencontohkan masih kencangnya gula rafinari yang menjadi bahan baku pembuatan kue yang menjadi cemilan khas masa lebaran. Kurma pun disebut-sebut menjadi komoditas impor yang bakal menaikan tingkat impor.
Melihat gejala defisit neraca perdagangan dan keadaan musiman, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Destry Damayanti memprediksi defisit transaksi berjalan mendekati 3%.
Menurutnya, transaksi berjalan bukan hanya pada aspek ekspor dan impor saja, tapi menyangkut juga masalah income repatriasi April yang cukup tinggi. Selain itu, pembayaran utang ke luar negeri dinilai juga mempengaruhi.
“Tekanan dolar agak kenceng kan di Mei. Di situ saja sudah mencerminkan bahwa sektor eksternal sudah berat apalagi ditambah dengan kebutuhan-kebutuhan riilnya. Deviden repatriasi, bayar utang dan sebagainya. Agak berat,” tuturnya.