Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SUBSIDI RUMAH TAPAK: Penghentian Subsidi Dinilai Inkonsisten

Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai ketetapan penghentian program subsidi melalui skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) bagi rumah tapak (landed house) inkonsisten.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai ketetapan penghentian program subsidi melalui skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) bagi rumah tapak (landed house) inkonsisten.

Ketentuan yang dimaksud tertuang dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No. 3/2014 tentang Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan Dalam Rangka Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera.

Ketua Umum DPP Apersi (versi munas Pontianak) Eddy Ganefo menyatakan pihaknya keberatan atas aturan tersebut, khususnya pasal 12 dan 14 mengenai penghentian penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP untuk jenis rumah tapak.

Dia menjelaskan aturan itu telah menyalahi ketetapan hukum lain, yakni Undang-Undang No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).

Regulasi tersebut, jelasnya, menyatakan pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.

Kemudahan atau bantuan dalam regulasi itu, sambung Eddy, dapat berupa subsidi perolehan rumah.

"Jadi, Permenpera itu inkonsisten dengan UU PKP," katanya kepada Bisnis sebelum audiensi dengan Komisi V DPR terkait permintaan itu, Senin (2/6/2014).

Inkonsistensi itu, lanjutnya, semakin nampak dengan tetap diberlakukannya alokasi KPR-FLPP bagi jenis hunian vertikal atau rumah susun milik (rusunami).

Padahal, dia menyatakan program subsidi rusunami itu menyasar masyarakat berpenghasilan menengah bawah (MBM), bukan MBR.

Selain itu, jelasnya, permenpera inkonsisten sebab memiliki standar ganda bagi pengertian kelompok sasaran MBR.

Merujuk pada Permenpera No. 14/2010 tentang Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan Bantuan FLPP, Eddy mengatakan KPR rumah tapak sejahtera ditujukan bagi MBR.

Sedangkan KPR satuan rumah susun sejahtera menyasar MBR dan MBM.

"Dalam Permenpera baru justru kelompok sasarannya hanya MBR. Tapi, kenapa yang diberi subsidi nantinya hanya rumah vertikal dengan penghasilan tetap maksimal Rp7 juta, bukan rumah tapak yang hanya Rp4 juta," imbuh Eddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper