Bisnis.com, JAKARTA -Kementerian perdagangan berupaya mendorong peningkatan ekspor karet lewat perbaikan mutu produksi.
Upaya itu ditempuh Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi yang berdialog dengan eksportir karet alam nasional di Jambi akhir pekan ini guna membahas upaya mendorong ekspor karet alam Indonesia, yang selama ini kerap dipermasalahkan mutunya.
"Dialog ini bertujuan meningkatkan hubungan kerja sama yang lebih baik dengan para eksportir karet dan mendapatkan umpan balik dari para pelaku usaha dalam rangka peningkatan ekspor karet Indonesia," ujar Wamendag.
Acara yang dihadiri oleh sejumlah pejabat Kementerian Perdagangan dan perwakilan asosiasi ini mendapat apresiasi positif dari para pelaku usaha karet.
“Mereka menyampaikan tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan ekspor karet. Diharapkan pertemuan ini dapat mengakomodir masukan dari para pelaku usaha untuk kemajuan ekspor karet nasional,” kata Wamendag.
Menurut Ketua Asosiasi Petani Karet Indonesia (APKARINDO) Jambi, Lukman Zakaria, kondisi karet alam dunia saat ini sedang menghadapi tantangan berat dengan menurunnya harga karet hingga mencapai USD 1,64 per kilogram.
Tekanan dari pembeli terus berlanjut terutama dengan berkembangnya isu tingginya tingkat persediaan karet di negara konsumen terutama di RRT, sehingga berdampak pada merosotnya harga pasaran karet dunia saat ini.
Sementara itu, Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), Daud Husni Bastari, menyampaikan tantangan sektor karet terutama terkait dengan isu sustainability dan ketertelusuran bahan baku karet alam dalam produksi Green Tyre di Uni Eropa.
Selain isu ramah lingkungan, permasalahan lain yang disampaikan pada dialog tersebut yaitu mutu Bahan Olah Karet (Bokar) yang masih rendah karena tercampur dengan kontaminan.
“Forum ini sangat baik untuk mendiskusikan masalah Bokar guna menentukan upaya-upaya yang dapat kita lakukan agar Indonesia mampu menghasilkan mutu Bokar bersih di tingkat petani, sehingga kualitas produksi pabrik juga meningkat,” katanya.
Terkait dengan permasalahan standar mutu Bokar, Kemendag akan melakukan pengkajian lebih lanjut mengenai peningkatan standar mutu karet. Selain itu, akan terus dilakukan kampanye Standard Indonesian Rubber melalui diplomasi di negara-negara mitra dagang untuk meningkatkan keberterimaan sehingga ekspor karet alam Indonesia tidak lagi dikenakan discount oleh buyer.
Saat ini, kebijakan yang mengatur sektor karet nasional tercakup dalam Permendag No. 10/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Karet Alam Spesifikasi Teknis Indonesia (SIR) yang Diperdagangkan ke Luar Negeri dan Permendag No. 53/M-DAG/PER/10/2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber yang Diperdagangkan.
Dalam forum internasional, Indonesia juga tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) dan Internasional Rubber Consortium (IRCo) bersama produsen utama karet dunia, Thailand dan Malaysia.
"Kemendag terus melakukan diplomasi pada organisasi-organisasi karet internasional dan bekerja sama dengan negara-negara produsen utama karet dunia untuk menstabilkan harga karet internasional pada tingkat yang remuneratif bagi petani dengan mekanisme Supply Management Scheme, Agreed Export Tonnage Scheme, serta Strategic Market Operation untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan (supply and demand) karet alam dunia," jelas Wamendag.
Dia berharap agar kerja sama internasional dapat dikembangkan dengan merangkul emerging rubber producing countries di tingkat ASEAN seperti Vietnam, Laos, dan Kamboja melalui rencana pembentukan ASEAN Rubber Committee.
Wamendag mengimbau para pelaku usaha karet nasional untuk mengadakan pertemuan serupa secara rutin dengan mengajak Kementerian dan instansi terkait guna meningkatkan koordinasi dalam menghadapi tantangan dan permasalahan ekspor karet Indonesia.
Pada 2013, sektor karet alam menyumbang 4,61% dari total ekspor nonmigas Indonesia sebesar USD 149,92 miliar. Saat ini, karet merupakan salah satu komoditas andalan ekspor utama Indonesia. Indonesia merupakan negara penyuplai terbesar ke-2 di dunia setelah Thailand.
Menurut data Ditjen Perkebunan, Kementan pada 2013, produksi karet alam mencapai 3,2 juta ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 16% ( 0,5 juta ton) teralokasikan untuk pemenuhan kebutuhan domestic, sedangkan 84%-nya (2,7 juta ton) untuk kebutuhan ekspor yang senilai USD 6,91 miliar.
Volume ekspor pada 2013 meningkat sebesar 260 ribu ton atau 10,7% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 2,44 juta ton. Sedangkan nilai ekspornya menurun sebesar USD 0,95 miliar atau 12,1% dibandingkan 2012 yang mencapai USD 7,86 miliar.
Negara tujuan utama ekspor karet pada 2013 adalah Amerika Serikat dengan volume mencapai 609,8 ribu ton (share 22,6%), diikuti RRT sebesar 511,7 ribu ton (share 18,9%), dan Jepang 425,9 ribu ton (share 15,8%).