Bisnis.com, MANGUPURA--Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menargetkan kunjungan wisatawan dari industri MICE bisa mencapai 400.000 dengan potensi pendapatan pariwisata mencapai Rp15,84 triliun.
Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, menargetkan kunjungan untuk segmen meetings, incentives, conferences, and exhibitions (MICE) di Indonesia bisa meningkat 10% dari tahun lalu menjadi sekitar 400.000 kunjungan. Hal itu termasuk dalam total kunjungan wisatawan yang ditargetkan bisa mencapai 9,5 juta pada 2014.
Menurut dia, pengeluaran wisatawan segmen MICE diperkirakan 3 kali lipat lebih besar dari wisatawan pribadi yang umumnya menghabiskan dana senilai US$1.200. Dengan begitu, total potensi pendapatan pariwisata diproyeksi bisa mencapai US$1,44 miliar atau sekitar Rp15,84 triliun.
"Kualifikasi MICE spending-nya besar, biasanya 3 kali lipat lebih besar dari yang turis biasa. Kalau biasanya US$1.200, bisa jadi US$3.600, dikalikan saja 400.000," sebutnya dalam konferensi pers 8th World Tourism Organization (UNWTO) Asia Pacific Executive Training Programme MICE: A New Paradigm for Tourism di Hotel Grand Inna Kuta, Senin(28/4/2014).
Provinsi Bali akan menjadi wilayah pertama yang paling banyak didatangi turis segmen MICE, bahkan lebih tingi dari Jakarta. Hal itu ditopang oleh meningkatnya fasilitas yang dibutuhkan industri MICE, seperti bertambahnya pusat konvensi (convention center) dan infrastruktur yang memadai.
Selain Bali, sejumlah kota lain juga mengalami pertumbuhan fasilitas, seperti Manado, Makasar, Palembang, Medan, dan Semarang.
Untuk mengembangkan industri MICE, kementerian mengaku berupaya membantu instansi pemerintah memenangkan tender agenda internasional agar bisa terselenggara di Indonesia.
Selain itu, kementerian juga mendorong korporasi, termasuk badan usaha milik negara (BUMN) mengadakan pertemuan, konferensi, seminar, terutam pameran sektor tertentu.
Kendati demikian, dia tak menampik masih ada persoalan untuk mengembangkan industri MICE terutama terkait infrastruktur fisik dan aksesibilitas.
Hambatan lain berasal dari pembangunan kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang belum optimal.