Bisnis.com, SEMARANG--Kementerian Kehutanan mengaku belum mendapat informasi terkait masuknya enam proyek asing ke industri pengolahan kayu di Tanah Air dan justru mewaspadai modus mendompleng SVLK.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Kemenhut Dwi Sudharto mengatakan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang dimiliki Indonesia membuat beberapa negara pesaing ketar-ketir. Utama, negara-negara produsen kayu olahan di kawasan Asia Tenggara.
"Enam proyek itu saya belum dapat kabar. Tapi kita khawatir itu mau mendompleng SVLK," ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (22/4).
Kekhawatiran tersebut, lanjutnya, muncul dari pernyataan asosiasi pengusaha furniture se-Asia Tenggara Asean Furniture Industries Council (AFIC) yang hendak menggulirkan reinvestasi di Indonesia untuk pengolahan produk kayu dari 1/2 jadi menjadi produk akhir.
"Mereka mau masukkan produk 1/2 jadi yang bahan bakunya tidak jelas untuk di-finishing di Indonesia, supaya bisa ekspor dengan SVLK. Ini berisiko merusak kredibilitas SVLK," kata Dwi.
AFIC juga berencana menerapkan sistem legalitas kayu berskala regional. "Kita tolak sistem legalitas kayu regional. Untuk apa? Kita kan sudah punya SVLK sendiri," tuturnya.
Produk kayu Indonesia, imbuhnya, naik pamor setelah SVLK diratifikasi di Uni Eropa.
Selain Uni Eropa, Kemenhut tengah menjajaki kerjasama bidang kehutanan dengan Australia, Korea Selatan, Jepang, dan China sembari mempromosikan SVLK yang menjamin aspek legal dari produk kayu Indonesia.
Sebelumnya, Kepala Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) Jateng Yuni Astuti menuturkan dari 19 proyek penanaman modal asing (PMA) yang telah mendapatkan izin prinsip sepanjang Januari-Februari 2014, enam di antaranya merupakan proyek industri kayu.
"PMA industri kayu yang dapat izin prinsip itu ada enam proyek. Nilainya Rp10,5 miliar dan US$9 juta," katanya kepada Bisnis.com, Senin (21/4).
Yuni memaparkan lokasi yang dipilih investor asing untuk membangun industri kayu di Jateng, yakni satu di Kabupaten Demak, dua di Kota Semarang, dan tiga di Kabupaten Jepara.
"Industri kayu bisa saja PMA murni, tapi kalau mebel itu kebanyakan kerjasama dengan investor domestik untuk memberdayakan UMKM juga," ujarnya.
Selain asing, investor lokal juga telah mengantongi izin prinsip pembangunan dua proyek industri kayu, yakni di Kabupaten Magelang dan Kabupaten Wonogiri.
"PMDN ini nilai investasinya lebih besar. Dua proyek itu, diestimasi membutuhkan investasi Rp157,27 miliar," tuturnya.
Industri kayu merupakan salah satu andalan Jateng. Nilai ekspor kayu dan barang dari kayu asal Jateng tercatat mencapai US$925,86 juta pada 2013 atau terbesar kedua setelah tekstil US$1,97 miliar.