Bisnis.com, BATAM - Direktur Utama PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) Syahril Japarin melangkah cepat menuju dek tiga kelas ekonomi Kapal Motor (KM) Kelud. Empat anak buah kapal (ABK) berjalan beriringan di belakangnya sambil memegang handheld—sebuah alat sensor tiket.
Sementara itu, Capten Muhisi mengintruksikan belasan ABK lainnya menyebar ke setiap dek untuk memeriksa tiket penumpang secara seksama. “...Dan utamakan kesopanan terhadap para penumpang…,” begitu pesan Capten Muhisi kepada para ABK saat menutup apel persiapan melakukan pemeriksaan e-ticketing.
“Tiket! Tiket!” kata seorang ABK yang berjalan di belakang Syahril. Suaranya beradu dengan keriuhan ruangan dan membangunkan para penumpang yang tengah tidur. Satu persatu para penumpang menyerahkan tiket berwarna kuning kepada ABK.
Tidak ada kegusaran atapun ketakutan yang tampak pada wajah para penumpang. Hanya saja satu dua penumpang terlihat sedikit kaget lantaran jumlah ‘pasukan’ yang melakukan inspeksi kali ini berjumlah lebih banyak dan tidak kesemuanya menggunakan seragam ABK.
Inspeksi tiket elektronik berbasis komputer ini adalah kali kedua yang dilakukan ABK selama perjalan KM Kelud dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Pelabuhan Batam. Sebelumnya, pengecekan e-ticketing dilakukan pada pukul 11.00 WIB atau sesaat kapal mulai berlayar.
Syahril, yang baru menjabat sebagai Dirut sejak 10 bulan terkahir ini, tengah berbenah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada para penumpang dan mendongkrak pendapatan perusahaan. Salah satunya dengan menekan angka kebocoran tiket menggunakan penerapan e-ticketing.
Saat ini, pilot project penerapannya diberlakukan di KM Kelud yang melayari rute Tanjung Priok, Batam dan Belawan. Selanjutnya penerapan e-ticketing di seluruh kapal milik BUMN tersebut. “Kami meniru KAI. Mereka buat e-ticketing bisa tambah 30% [pendapatan]. [Untuk penerapan] e-ticketing kami kerja sama dengan Telkom,” ujarnya.
Juju, salah seorang penumpang yang kerap menggunakan jasa Pelni untuk pulang ke kampung halaman di Batam, merasakan dampak yang dilakukan Pelni. Dia menuturkan, keberadaan tiket elektronik membuat pelayanan dan kondisi di atas kapal selama berlayar menjadi lebih tertib dan nyaman.
Dia menceritakan, jangan heran kalau pada dua tahun lalu banyak penumpang tidur di sembarang tempat dan onggokan barang di setiap sudut kapal sehingga membuat penumpang sulit bergerak. “Dulu orang tidur di sana, di sana,” katanya sambil menunjuk sudut-sudut ruangan di dekat toko kapal.
Secara umum, katanya, kondisi di atas kapal saat itu sangat berantakan dan terkesan tidak keruan lantaran banyaknya penumpang tidak bertiket. “Akhir-akhir ini tidak ada penumpang tidur sembarangan. Mungkin karena [tiket] elektronik tadi itu. Saat masuk [kapal] pun kami boarding pass dan dilakukan pemeriksaan dengan scan. Jadi tertiblah,” ujarnya.
Penumpang lainnya, Ade mengatakan kondisi kapal saat ini jauh lebih bersih dan tertib ketimbang tahun lalu. Ade, yang merupakan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Batam itu meyakini, selain karena adanya penerapan e-ticketing, kondisi di atas kapal saat ini juga berjalan beriringan dengan kesadaran para penumpang untuk merawat aset negara.
Syahril menargetkan, ke depannya tiket elektronik itu akan berfungsi seperti kartu pintar yang memiliki fungsi ganda, sebagai tiket kapal sekaligus menjadi dompet elektornik. Sepanjang pelayaran, para penumpang dapat menggunakan tiket tersebut untuk berbelanja di atas kapal, termasuk fasilitas hiburan seperti playstation dan karaoke.
Syahril mengatakan, selain menerapkan e-ticketing perusahaan pun telah mengambil alih pengelolaan toko-toko di atas kapal yang semula dikelola oleh pihak ketiga. Hasilnya, cukup mencengangkan. Pengelolaan toko berada di bawah kendali Pelni membuat pendapatan perusahaan pada setiap pelayaran melonjak signifikan.
Bayangkan, katanya, ketika toko-toko tersebut masih dikelola oleh pihak ketiga, perusahaan hanya mendapatkan Rp4 juta-Rp8 juta per voyage untuk setiap kapal. Kini, setelah Pelni mengelola langsung, toko-toko tersebut mampu memberikan kontribusi pendapatan hingga Rp100 juta per voyage setiap kapal.
“Dulu pendapatan kami Rp4 juta-Rp8 juta per trip. Sekarang ini dikelola di bawah YKPP [Yayasan Kesejahteraan Pensiunan Pelni] bisa mencapai Rp90 juta-Rp100 juta. Di KM Sinabung pada awal tahun bisa dapat Rp150 juta per voyage, kalau dulu Rp8 juta,” katanya.
Tidak sampai situ, pada tahun ini perusahaan pun menggandeng PT Pertamina Gas untuk mengkonversi bahan bakar kapal dari solar menjadi bahan bakar alternatif liqufied natural gas (LNG). Langkah tersebut untuk menekan biaya operasional dan meningkatakn efisiensi perusahaan.
Kebutuhan BBM menyerap 60% dari keseluruhan biaya operasional Pelni dalam setahun dengan total kebutuhan BBM untuk seluruh kapal Pelni sebesar 219 juta kiloliter. Dengan menggunakan LNG, katanya, akan menghemat 30% dari biaya bahan bakar. “Ini akan bagus banget kedepannya. Kita kan import BBM sekarang ini kan luar biasa,” katanya.
Untuk mendongrak pendapatan perusahaan yang pada tahun ini ditarget mencapai Rp3,4 triliun, Pelni memperkuat bisnis angkutan kargo. Pada tahap awal, Pelni telah melakukan kerja sama dengan tiga BUMN, yakni PT Pertamina, PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) dan PT Krakatau Steel. Porsi pendapatan perusahaan yang selama ini 70% berasal dari angkutan penumpang dan 30% persen berasal dari bisnis angkutan kargo akan berbalik menjadi 70% berasal dari angkutan kargo dan 30% berasal dari angkutan penumpang.