Bisnis.com, JAKARTA—Sedikitnya 40 perusahaan dari 231 perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) yang diskorsing pemerintah melaporkanadanya pungutan liar atau pungli untuk mencabut sanksi administratif tersebut.
Ketua Dewan Etik Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Rusdi Basalamah mengatakan perusahaan-perusahaan tersebut melaporkan adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum salah satu lembaga.
Pada 10 Desember 2013, pemerintah menjatuhkan sanksi bagi 231 PPTKIS yang dianggap lalai dalam pelaksanaan penempatan TKI ke Arab Saudi saat moratorium pengiriman diberlakukan.
Pelaku pungutan liar tersebut, jelas Rusdi, rata-rata meminta uang sebanyak Rp30 juta-Rp40 juta kepada PPTKIS dengan berbagai modus.
Salah satu modusnya berdalih untuk keperluan kepesertaan perwakilan luar negeri (perwalu).
“Dengan menjadi anggota perwalu, skorsing akan dicabut,” kata Rusdi kepada Bisnis, Senin (24/3/2014).
Selain itu, ungkapnya, ada juga PPTKIS yang diminta sejumlah uang untuk mencabut skorsing dengan hitungan per-TKI yang dikirim saat moratorium. Besarannya US$150 per TKI.
“Selain memberatkan bagi PPTKIS, pungutan ini sudah menyalahi aturan,” ujar Rusdi.
Saat ini, paparnya, data laporan dari masing-masing perusahaan sudah terkumpul.
Selanjutnya, hasil laporan tersebut akan disampaikan kepada pihak kepolisian.
“Namun, kami berharap ada tindakan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai regulator kebijakan penempatan TKI,” harap Rusdi.
Direktur eksekutif Himsataki Yunus Yamani mengatakan munculnya pungutan liar tersebut akibat adanya diskriminasi pencabutan sanksi skorsing yang dilakukan pemerintah.
“Sama-sama melakukan kesalahan, namun sanksi ke PPTKIS ada yang dicabut ada yang tidak. Jika ini berlangsung, kami akan segera melaporkan kepada pihak yang berwenang,” kata Yunus.
Menanggapi hal itu, Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Kemenakertrans Guntur Witjaksono mengatakan pemerintah memastikan tidak ada pungutan liar untuk mencabut skorsing yang diberlakukan selama 3 bulan tersebut.
“Jika memang ada bukti konkret, laporkan saja ke pihak kepolisian,” kata Guntur.