Bisnis.com, JAKARTA—Guna mencukupi kebutuhan biji kakao yang kian meningkat bersamaan dengan pesatnya pertumbuhan industri coklat di Indonesia, Kementerian Perdagangan tengah mempertimbangkan pengurangan bea masuk kakao dari level 5% yang berlaku saat ini.
Mendag Muhammad Lutfi mengatakan pertimbangan tersebut diambil berdasarkan perhitungan otoritas perdagangan bahwa kemampuan pemasokan kakao dari dalam negeri masih berbanding terbalik dengan tingginya permintaan industri.
“Saya dapat surat dari asosiasi, mereka minta supaya bea masuk impor kakao yang 5% itu diturunkan. Kenapa? Karena ternyata industri kita butuh lebih banyak biji kakao dari mampu disuplai Indonesia,” jelasnya, Senin (24/3/2014).
Untuk menerapkan pemangkasan bea masuk kakao itu, lanjut lutfi, otoritas perdagangan perlu duduk bersama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian guna membahas besaran potongan yang paling sesuai.
Kemendag, menurutnya, akan terus mengupayakan penurunan bea masuk kakao mengingat kebutuhan tambahan suplai dari dalam negeri cukup mendesak. “Selama industri memang butuh pasokan, kami akan bebaskan. Satu pekan bisa selesai di Kemendag.”
Lutfi menyebutkan jika bea masuk impor dipangkas, nilai tambah produk coklat Indonesia akan turut terdorong.
”Nilai tambahnya naik jadi 8 kali lipat. Kalau [biji kakao] diolah menjadi coklat dan bisa dimakan, nilai tambahnya jadi 9 kali lipat. Petani kita menjadi lebih sejahtera. Ini bisa menjadi solusi cerdas agar Indonesia lebih baik,” paparnya.
Indonesia adalah negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Menurut catatan Kementan, produksi kakao nasional pada 2010 mencapai 837.918 ton.
Angka tersebut terus merosot menjadi 712.231 ton pada tahun berikutnya. Tahun lalu, produksi kakao nasional kian menyusut menjadi sekitar 450.000 ton. Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) memprediksi produksi tahun ini akan menyentuh sekitar 425.000 ton.
Turunnya produktivitas biji kakao selama beberapa tahun terakhir disinyalir merupakan akibat dari usia tanaman yang telah tua. Pada 2009, Kementan mencatat produksi kakao masih berkisar 822.000 kg/ha, sebelum anjlok menjadi 739.000 kg/ha pada 2012.