Bisnis.com, JAKARTA—Ditjen Pajak memperkirakan potensi tax gap dari wajib pajak sektor real estat sejak 2009-2013 mencapai Rp204,79 triliun, dari total perkiraan penerimaan pajak sektor real estat seharusnya sebesar Rp302,83 triliun.
Potensi tax gap itu tercantum dalan dokumen Rapat Kerja Nasional Ditjen Pajak terkait Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak 2014. Adapun, total perkiraan penerimaan pajak sektor real estat terdiri dari pajak penghasilan (PPh) pasal 4 ayat 2 dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Realisasi penerimaan PPh pasal 4 ayat 2 dari wajib pajak (WP) sektor real estat 2009-2013 tercatat Rp32,66 triliun, atau 31,88% dari perkiraan Ditjen Pajak Rp102,42 triliun. Alhasil, tax gap dari penerimaan tersebut sebesar Rp69,73 triliun.
Sementara realisasi penerimaan pajak keluaran Cfm SPT masa PPN dari WP sektor real estat 2009-2013 tercatat Rp65,36 triliun, atau 32,61% dari perkiraan Ditjen Pajak Rp200,41 triliun. Dengan demikian, tax gap tercatat Rp135,02 triliun.
Ketika dikonfirmasi, Dirjen Pajak Fuad Rahmany tidak banyak berkomentar terkait potensi tax gap sektor real estat. Dia justru membantah besaran nilai potensi tax gap tersebut. Menurutnya, estimasi itu hanya hasil estimasi Ditjen Pajak saja.
“Seingat saya, nilai potensi tax gap dari WP real estat sepertinya tidak sebesar itu, lagipula itu cuma estimasi saja, sehingga tersebut belum tentu tepat,” ujarnya dalam pesan singkat yang diterima Bisnis, Selasa (11/03).
Menurut Pusdiklat Pajak, tax gap merupakan selisih antara jumlah potensi pajak yang dapat dipungut (taxes owed) dengan jumlah realisasi penerimaan pajak (taxes paid). Tax gap menunjukkan potensi penerimaan yang belum berhasil direalisasikan oleh otoritas pajak suatu negara.
Tax gap menjadi suatu indikator seberapa mampu otoritas pajak suatu negara membuat para pembayar pajaknya patuh (comply), dan melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Seperti diketahui, Ditjen Pajak mengaku penggalian potensi sektor nasional termasuk sektor real estat berlum berjalan secara optimal. Hal itu terlihat dari melambatnya pertumbuhan penerimaan pajak sektor real estat 33,14% pada tahun lalu, dibandingkan dengan tahun sebelumnya 34,96%