Bisnis.com, JAKARTA--Kewajiban membangun smelter untuk pemurnian dan pengolahan bagi perusahaan tambang mineral di tanah air akan meningkatkan harga jual produk ratusan kali lipat, bahkan hingga 600 kali lipat.
Karena itu, menurut Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, munculnya gejolak harga mineral mentah akibat kewajiban membangun smelter bagi perusahaan-perusahaan tambang tidak akan berlangsung lama.
“Harga yang biasanya US$50 per ton dalam bentuk ore begitu diolah menjadi nikel atau ferronickel bisa meningkat menjadi US$2.500-US$3.000. Ini berarti 60 kali lipat, bahkan ada yang 600 kali lipat,” ujarnya seperti dilansir laman Kementerian ESDM, Kamis (27/2/2004).
Ia menegaskan, sesuai amanah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 mulai 12 Januari 2014, bahan mentah (ore) tidak boleh diekspor. "Kalau ada yang ekspor ore, berarti, ilegal, yang boleh diekspor adalah yang sudah dalam bentuk olah."
Wamen ESDM mengingatkan sudah menjadi kewajiban seluruh bangsa Indonesia, tak terkecuali pemerintah dan pengusaha, untuk melaksanakan amanah UU Np.4/2009 dan turunannya secara konsekuen.
UU tersebut dan turunannya, menurut Susilo, dibuat untuk melindungi kepentingan seluruh bangsa Indonesia agar tidak “terjebak” menjadi negara yang hanya mengandalkan sumber daya alam saja sebagai modal pembangunan.
“Sudah saatnya kita menjadi negara maju yang berbasiskan industri, tidak lagi mengandalkan sumber daya alam sebagai modal untuk pertumbuhan.“Untuk apa kalau cuma mengekspor tanah-tanah saja, kita tidak mendapatkan apa-apa.” tegasnya.