Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembahasan Harga Patokan Mineral Tuntas

Pembahasan soal Harga Patokan Ekspor akan segera dilaksanakan menyusul telah diselesaikannya pembahasan soal Harga Patokan Mineral (HPM) oleh Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Bisnis.com, JAKARTA - Pembahasan soal Harga Patokan Ekspor akan segera dilaksanakan menyusul telah diselesaikannya pembahasan soal Harga Patokan Mineral (HPM) oleh Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sebelumnya HPM, masih terkendala pada komoditas pasir besi, tembaga, timbal dan seng.

Namun, Ditjen Mineral dan Batubara mengaku telah mengambil keputusan terkait besaran recovery factor (RC) pada komoditas bijih besi, pasir besi, mangan, timbal dan seng.

Pihaknya juga telah mengetok palu soal besaran treatment cost dan refinery cost (TCRC) yang akan dikenakan pada komoditas tembaga.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Dede I. Suhendra mengatakan pembahasan soal besaran RC dan TCRC telah diselesaikan Selasa (28/1/2014) malam.

"Dengan ini tak ada lagi alasan komplain dari pengusaha, karena sudah kita bahas bersama-sama," katanya usai menjalani rapat dengar pendapat antara Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR, Rabu (29/1) malam.

Menurutnya hasil HPM yang telah diselesaikan itu akan segera dibawa kepada Kementerian Perdagangan untuk menentukan besaran Harga Patokan Ekspor.

Hanya saja, dia enggan memerinci angka RC dan TCRC pada komoditas yang sebelumnya masih tersendat yakni pada komoditas pasir besi, tembaga, timbal dan seng. "Tunggu saja Permen Kementerian Perdagangan yang akan terbit".

Pihaknya mengaku nantinya besaran HPM tidak akan terbagi berdasarkan izin usaha yakni Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kontrak Karya (KK), melainkan akan terbagi berdasarkan besaran kadar pemurnian untuk tiap-tiap komoditas.

Sementara itu, pada kesempatan terpisah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berencana untuk menaikkan produksi komoditas logam tembaga dan emas.

Namun, komoditas nikel dan bauksit justru produksi menurun drastis.

Pasalnya, komoditas nikel dan bauksit tidak diperbolehkan ekspor produk olahan sesuai dengan Permen ESDM No.1/2014 soal implementasi hilirisasi dan nilai tambah produk mineral.

Berbeda dengan komoditas tembaga yang masih dibolehkan ekspor konsentrat hingga akhir 2016.

Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R. Sukhyar mengatakan produksi logam tembaga ditargetkan naik menjadi 640.000 ton pada 2014 dari 450.000 ribu ton pada 2013.

Adapun komoditas bauksit menurun 55 juta ton dari produksi 2013 sebesar 56 juta ton sehingga target produksi 2014 hanya 1 juta ton.

Namun, komoditas yang menurun tajam justru nikel yang produksi ditargetkan hanya 3,5 juta ton pada 2014, atau turun 56,5 juta ton dari produksi pada 2013 sebesar 60 juta ton.

Rencana ini dikemukakan dalam rapat soal evaluasi kinerja Kementerian ESDM pada 2013, rencana kerja Kementerian ESDM pada 2014 dan implementasi Peraturan Pemerintah No1/2014 dan Permen ESDM No.1/2014 bersama dengan Komisi VII DPR, Rabu (29/1/2014).

Di sisi lain, Komisi VII DPR meminta agar ada pembahasan tersendiri soal kedua peraturan tersebut. Pasalnya, kedua peraturan ini dinilai bertentangan dengan Pasal 170 UU No.4/2009 soal minerba.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lukas Hendra TM
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper