Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah didesak untuk menghimpun dana atau sovereign wealth fund dari hasil eksploitasi minyak untuk menopang generasi mendatang.
Ekonom politikus Faisal Basri mengatakan pemerintah selama ini tidak berbuat apapun, termasuk melakukan monetisasi, dari jatah 85% production sharing contract (PCS) minyak bumi.
Padahal, negara lain melakukan langkah lebih maju melalui sovereign wealth fund (SWF) yang bersumber dari pendapatan minyak untuk keperluan membangun infrastruktur, fasilitas riset dan pendidikan dan energi terbarukan pada masa mendatang.
“Karena tak terbarukan, generasi sekarang tak boleh menikmati seluruhnya sekarang. Harus dinikmati bersama generasi mendatang,” katanya dalam Diskusi Pakar bertema Reorientasi Politik Pembangunan dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan yang digelar Bisnis Indonesia dan Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama), Selasa (28/1/2014).
Indonesia, lanjutnya, tertinggal jauh dari Timor Leste –negara yang merdeka setelah 23 tahun menjadi provinsi Indonesia – yang menghimpun petroleum fund sejak 2005. Data terakhir menyebutkan, negara itu telah mengumpulkan dana US$11,05 miliar.
Negara lain yang lebih dulu menerapkan SWF, a.l Norwegia US$715 miliar, Uni Emirat Arab US$627 miliar, Alaska dan Texas (negara bagian Amerika Serikat) masing-masing US$45 miliar dan US$25,5 miliar.
Dalam hitungan Faisal, cadangan terbukti minyak Indonesia 2011 mencapai 4,04 miliar barel. Dengan harga brent crude oil US$99,91 per barel, nilai cadangan terbukti US$403,6 miliar atau setara 3,8 kali cadangan devisa Maret 2013.
Jika jatah pemerintah 85%, maka pemerintah menerima US$343 miliar. “Aset itu bisa dibukukan di perusahaan yang dibentuk, katakanlah Indonesia Oil & Gas Company atau IOGC, yang dikhususkan mengelola potensi dana,” ujarnya.
Dengan aset sebesar itu, IOGC bisa mengeluarkan obligasi, misalnya 30% dari nilai aset yang dapat dimanfaatkan menbangun kilang, pengembangan energi alternatif atau pengembangan sumber daya manusia migas.
Adapun dana penerimaan dari bagi hasil yang dipakai untuk konsumsi dibatasi 20%-25%, sedangkan sisanya dikelola IOGC yang menghasilkan returns, misalnya untuk membeli obligasi pemerintah dan BUMN dengan prioritas yang bergerak di bidang migas dan energi alternatif.
Itupun baru dari cadangan terbukti. Jika ditambah dengan cadangan potensial 3,69 miliar barel maka nilainya bertambah US$123 miliar.