Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengapalan Mineral Mentah Dilarang, Ekspor Berkurang US$5,2 Miliar

Pelarangan ekspor mineral mentah diperkirakan menekan transaksi berjalan untuk sementara waktu karena adanya penyusutan ekspor US$5,2 miliar pada tahun ini.

Bisnis.com, JAKARTA -- Pelarangan ekspor mineral mentah diperkirakan menekan transaksi berjalan untuk sementara waktu karena adanya penyusutan ekspor US$5,2 miliar pada tahun ini.

Namun, Menteri Keuangan M.Chatib Basri menyebutkan potensi kehilangan (potential loss) itu akan tergantikan pada 2016 dengan tambahan US$9 miliar karena volume pengapalan mineral yang lebih bernilai tambah semakin besar.

Indonesia memang masih harus mengimpor barang modal untuk pembangunan smelter dan bahan penolong untuk penghiliran, tetapi nilainya diperkirakan hanya US$8 miliar sehingga menurut estimasi, masih ada surplus US$1 miliar dari sektor pertambangan.

“Itu yang saya bilang kebijakan ini memukul kita dalam short term di 2014. Tapi kalau kita bicara 2015, mungkin ada defisit [perdagangan] sedikit. Padai 2016 dan 2017 kita sudah bisa trade surplus,” ujarnya, Senin (14/1/2014).

Dia pun mengingatkan masih ada potensi penurunan impor solar senilai US$4 miliar seiring penerapan mandatori pemanfaatan biodiesel, yang diharapkan mampu mengimbangi penyusutan ekspor mineral mentah.

Kompensasi lainnya berasal dari penyusutan impor barang konsumsi sedikitnya US$3 miliar bersamaan dengan kenaikan PPh impor (PPh pasal 22) dari 2,5% menjadi 7,5%.

Data BPS menyebutkan ekspor mineral mentah Januari-Oktober 2013 US$5 miliar dari total ekspor sektor tambang dan lainnya US$25,22 miliar.

Pengapalan mineral mentah itu terdiri atas bijih tembaga 40%, nikel 28%, aluminium 22%, dan bijih besi 7%. Pendapatan tersebut secara kumulatif bisa mencapai US$$6 miliar akhir 2013.

Ekonom Citi Research Helmi Arman memperkirakan total ekspor bijih tambang itu setara dengan 0,6%-0,7% dari produk domestik bruto sehingga larangan ekspor mineral mentah dapat menekan defisit transaksi berjalan untuk sementara waktu. 

Sementara itu, dari segi penerimaan negara, potensi kehilangan pendapatan dari bea keluar mineral mentah Rp4,2 triliun tahun ini akan tergantikan oleh bea keluar progresif sekitar Rp4 miliar-Rp5 miliar.

“Tapi sekali lagi, penerimaan bukan tujuan dari (kebijakan) ini. Tujuan ini adalah peningkatan nilai tambah di dalam negeri,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Andin Hadiyanto.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper