Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah meyakini surplus neraca perdagangan sepanjang Oktober-November 2013 bakal berkelanjutan seiring dengan efek kebijakan moneter dan fiskal yang mulai bekerja mengerem impor.
Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengemukakan keberlanjutan surplus dagang akan lebih banyak dipengaruhi oleh penurunan impor ketimbang peningkatan ekspor dalam beberapa waktu ke depan.
Dampak penaikan suku bunga acuan 175 basis poin sepanjang 6 bulan terakhir akan mulai terlihat menekan investasi dan pada gilirannya menekan permintaan barang modal dari luar negeri pada paruh pertama 2014.
Penurunan impor akan semakin tinggi akibat kebijakan fiskal yang menaikkan pajak penghasilan impor (PPh pasal 22) yang berlaku efektif Januari 2014.
“Kelihatannya akan sustainable karena efeknya makin snowballing atau makin besar. Pertama, beberapa bulan setelah kenaikan interest rate, investasi ditunda, impor barang modal menurun. Kedua, efek dari beberapa kebijakan pemerintah, misalnya PPh pasal 22,” katanya, Minggu (5/1/2014).
Badan Pusat Statistik mencatat surplus dagang US$776,8 juta pada November, melanjutkan kinerja positif bulan sebelumnya yang sebesar US$24 juta.
Namun, surplus November lebih banyak dipengaruhi oleh penurunan impor 3,35% (month to month) ketimbang peningkatan ekspor yang hanya 1,45%.
Dari sisi ekspor, kata Chatib, tanda-tanda pemulihan ekonomi di Amerika Serikat yang memicu permintaan memang akan sedikit membantu kinerja perdagangan luar negeri Indonesia tahun ini.
Namun, Indonesia masih akan menghadapi tantangan jangka pendek penurunan ekspor kelompok barang tambang sekitar US$5 miliar per tahun sebagai konsekuensi pelarangan pengapalan mineral mentah yang tidak diiringi kesiapan industri hilir di dalam negeri.