Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan pengalihan wewenang pemungutan pajak bumi dan bangunan (PBB) sektor pedesaan dan perkotaan (P2) ke pemerintah daerah berpotensi dapat mendorong desentralisasi daerah lebih tuntas.
“Saat ini masih setengah-setengah, terlalu banyak sharing wewenang antara pusat dan daerah termasuk urusan PBB, sehingga isu akuntabilitas kinerja sulit diukur,” ujar pengamat kebijakan publik Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Wijayanto Samirin, Rabu (1/1/2014).
Dia menilai kebijakan itu berpotensi meningkatkan ukuran ‘kue’ yang diperoleh. Alhasil, kabupaten/kota pasti akan lebih kreatif dalam mengeluarkan kebijakan maupun monitoring pelaksanaan, karena akan berdampak langsung bagi keuangan daerah.
Tetapi Wijayanto menilai kebijakan itu juga memiliki risiko karena tidak semua kabupaten/kota terbiasa melakukan itu. Apalagi ada keterbatasan infrastruktur dan mental, sehingga banyak yang selama ini menggantungkan diri pada transfer pemerintah pusat.
“Kemenkeu dan Kemendagri perlu berkolaborasi untuk mengubah mindset dan kapasitas daerah. Misalnya, jika ada masalah defisit anggaran di pemda, pemerintah pusat jangan terlalu lunak membantu. Pemda harusnya didorong untuk lebih mandiri".
Dia juga menuturkan pemerintah pusat perlu menyiapkan petunjuk operasional dan penyusunan kebijakan yang jelas dan implementatif. Apabila tidak, pemda justru berpeluang bereaksi berlebihan dengan mengenakan tarif PBB yang terlalu tinggi.
"Selain memberatkan masyarakat daerah, pengenaan tarif PBB yang tidak wajar akan berakibat buruk terhadap aktifitas bisnis daerah," tegasnya.