Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengimbau agar penanaman modal asing diarahkan lebih tajam pada sektor industri yang berorientasi ekspor.
Jika hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar, investasi asing yang masuk akan tetap membebani transaksi berjalan.
Data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) menyebutkan PMA yang mengalir ke Indonesia meningkat pesat sejak 2008 akibat booming di sektor komoditas, mengalahkan pertumbuhan di negara lain di Asean, seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pun, PMA sektor manufaktur (sektor sekunder) berhasil menggeser dominasi sektor tersier (jasa) dan tetap lebih unggul dari sektor primer pada 2012.
Namun sayangnya, LIPI menemukan PMA yang masuk lebih banyak memproduksi barang sekadar untuk mencukupi pasar domestik.
Sektor petrokimia dan logam mendominasi manufaktur asing, tetapi produksi sekadar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa ditujukan untuk ekspor.
Sementara itu, PMA sektor primer didominasi oleh pertambangan yang komoditas mentahnya diekspor hampir tanpa nilai tambah. Adapun sektor tersier didominasi oleh transportasi, tetapi cenderung menurun sejak 2008.
Ekonom LIPI Latif Adam menilai PMA menjadi dilematis ketika investasi yang masuk memenuhi kebutuhan barang modal dan bahan baku dari impor, tetapi kemudian tidak mampu mengekspor hasil produksinya.
Dengan kata lain, cadangan devisa yang terkuras untuk mengimpor bahan baku dan barang modal tidak terkompensasi oleh perolehan devisa dari ekspor.
Akibatnya, PMA yang masuk tetap menjadi ancaman bagi transaksi berjalan yang sudah defisit selama 8 kuartal terakhir dan menjadi momok bagi rupiah yang sejak medio tahun ini mengalami tren depresiasi.
Dia menyarankan pemerintah perlu ‘memaksa’ PMA untuk melakukan ekspor setelah beberapa tahun investor itu beroperasi di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia tidak sekadar menjadi basis konsumsi, tetapi juga basis produksi.
“Tuntutan investasi asing tidak harus dipenuhi terus-terusan, katakanlah hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar. Pemerintah harus bisa ‘memaksa’ mereka untuk ekspor, taruhlah tahun pertama 10% dari produksi, 20% tahun kedua dan seterusnya,” katanya, Selasa (17/12/2013).