Bisnis.com, SEMARANG — Asosiasi Gula Nasional mendesak pemerintah untuk menerbitkan instruksi presiden (Inpres) atau keputusan presiden (Kepres) terkait kebijakan gula nasional utamanya sehubungan dengan program swasembada.
Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Nasional Tito Pranolo mengutarakan hambatan produsen gula variatif dari yang bersifat teknik produksi, manajerial maupun strategi bisnis pabrik.
Kendala itu menyebabkan kelayakan ekonimis pada industri gula belum mampu mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis yang dinamis. Apalagi belum ada sinergi antar pemangku kepentingan industri gula.
“Harapannya segera ada formula rekomendasi untuk pemerintah dalam menyusun arah baru kebijakan gula nasional yang lebih komprehensif, berdaya saing, berkelanjutan dan berkeadilan,” katanya dalam keterangan pers, Jumat (13/12/2013).
Sehari sebelumnya dalam seminar Arah Baru Kebijakan Pergulaan Nasional di Yogyakarta Tito mengatakan produksi gula di tahun 2013 diprediksi mencapai 2,39 juta ton menurun dari 2,59 juta ton pada produksi 2012.
Melalui kebijakan gula nasional pihaknya berharap ada dorongan peningkatan produksi sekaligus antisipasi liberalisasi pasar oleh pelaku industri gula saat pemberlakuan masyarakat ekonomi ASEAN Desember 2015.
Selain itu, arah kebijakan juga perlu mengacu pada pengembangan kompetensi inti daerah berbasis klaster, mampu mencegah konflik yang tidak produktif dalam mencapai tujuan swasembada gula.
Selebihnya asosiasi mendorong upaya transformasi bisnis dengan mengubah paradigma ke arah profit-market oriented, human capital, risk taker dan adaptif terhadap teknologi.
“Pengusaha juga harus pro aktif dan aware pada pengelolaan aset sebagai sumber profit serta mencari sumber pendanaan murah untuk keperluan pengembangan,” lanjutnya.
Hanya saja, tujuan tersebut menurutnya hanya bisa terpenuhi ketika ada dukungan regulasi pengembangan industri gula yang terintegrasi dengan industri turunan berbasis tebu agar lebih mampu bersaing dengan gula impor.
“Syaratnya pentingnya harus ada peningkatan daya saing bisnis pelaku industri gula.”
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Tengah Sri Puryono menuturkan kendala budidaya tebu menjadi hambatan utama industri gula untuk mencapai swasembada tingkat provinsi.
“Banyak lahan berkurang karena alih fungsi dan pergeseran pola tanam petani ke tanaman lain, belum lagi harga jual tebu yang masih menjadi permasalahan di tingkat petani,” katanya.
Menurutnya perlu penguatan dan pembenahan sektor hulu hingga hilir untuk mendorong pencapaian swasembada gula Jateng.