Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM juga menyasar dan menjadikan lembaga pendidikan formal sebagai target peningkatan pemahaman tentang perkoperasian sebagai upaya penyebarluasan gerakan koperasi sebagai entitas bisnis.
Prakoso Budi Susetio, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan UKM, menjelaskan lembaga pendidikan formal yang dijadikan sebagai sasaran untuk peningkatan pemahaman perkoperasian mulai dari sekolah menengah atas (SMA) hingga perguruan tinggi.
”Selain itu, ada juga peningkatan pemahaman perkoperasian terhadap sumber daya manusia (SDM) lembaga strategis lainnya yang dinilai mampu menyebarluaskan ke seluruh lapisan masyarakat,” katanya kepada Bisnis, Selasa (3/12/2013).
Peningkatan pemahaman dan penyebarluasan tentang perkoperasian, ditempuh melalui beberapa alternatif. Di antaranya melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) yang dilaksanakan secara simultan di setiap provinsi.
Untuk mencapai tepat sasaran, instansi pemberdaya pelaku koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (KUMKM) itu juga melakukan peningkatan pemahaman perkoperasian kepada pembina koperasi di setiap daerah.
Menurut dia, peningkatan pemahaman kepada pembina dan pegiat koperasi pada lembaga pendidikan formal, saat ini menjadi sangat penting, karena untuk menyesuaikan perubahan beberapa elemen melalui penerbitan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
”Melalui pemahaman yang benar, mereka kami harapkan bisa mendorong masyarakat untuk lebih aktif berkoperasi. Baik untuk mendirikan koperasi maupun menjadi anggota yang benar-benar aktif menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi.”
Dikemukakan, koperasi saat ini harus dijadikan sebagai entitas bisnis, karena terbukti di negara maju, koperasi tetap menjadi tulang punggung bagi peningkatan kapasitas usaha atau bisnis mereka. Hal ini juga harus bisa terlaksana di Indonesia.
Sesuai data yang dikumpulkan Deputi Bidang Pengembangan SDM Kementerian Koperasi dan UKM, di beberapa provinsi ternyata masih minim sosialisasi tentang perkoperasian. Oleh karena itu pemahaman mereka juga belum optimal.
”Pada tahun depan kami akan prioritaskan Diklat perkoperasian pada provinsi tertentu itu. Dengan demikian pertumbuhan koperasi bisa merata di setiap provinsi sekaligus menjadi entoitas bisnis yang tepat bagi masyarakat,” tukas Prakoso Budi Susetio.