Bisnis.com, JAKARTA - Hubungan antara indusri berbahan baku sumber daya alam dan non government organization (NGO), bak Tom dan Jerry. Kendati kita tidak tahu, mana Tom dan mana Jerry. Pertemuan antarmereka selalu diwarnai oleh pertengkaran.
Tak terkecuali industri pulp dan palm oil. Bagi negara ini [Indonesia], industri pulp-paper dan palm oil, primadona ekspor. Kontribusi memperbesar pundi-pundi devisa, cukup signifikan. Termasuk jumlah tenaga kerja, baik yang diserap secara langsung dan tidak langsung, tidak bisa dibilang kecil.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menuturkan masyarakat, pengusaha dan pemerintah merasakan bahwa sawit memiliki peran penting dalam peningkatan perekonomian.
Perkebunan sawit, pada 2012 mampu memproduksi 26,5 juta ton crude palm oil (CPO). Sekitar 18 juta ton diekspor dan menghasilkan devisa US$21 miliar atau sekitar Rp205 triliun atau setara dengan 13,7% dari total ekspor non-migas Indonesia, yang besarnya US$153 miliar.
Indonesia dan Malaysia adalah penghasil utama sawit dan crude palm oil di dunia. Indonesia dan Malaysia menyumbang 90% produksi CPO dunia.
Adapun dengan industri pulp dan paper, Indonesia mampu menghasilkan 8 juta ton pulp dan 13 juta ton kertas. Tahun lalu, ekspor pulp dan paper sebesar 6,2 juta ton atau 80%, dengan devisa US$4,2 miliar atau sekitar Rp41,2 triliun.
Data Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan Kementerian Kehutanan, terlihat, industri pulp dan kertas di Tanah Air berkembang pesat. Industri ini setidaknya telah menarik investasi
sebesar US$16 miliar dan menyerap tenaga kerja 242.822 orang.
Pertumbuhan industri pulp dan paper ini, mendatangkan devisa sekitar US$4 miliar atau 6,1% dari total produksi sektor manufaktur.
Seperti pernah dilontarkan Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas (APKI) Liana Bratasida, industri pulp dan kertas memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Industri ini menyerap tenaga kerja hingga 250.000 orang dari 600.000 pekerja kehutanan.
Sekertaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto mengatakan Indonesia menempati urutan ke-9 negara pengekspor pulp terbesar di dunia dengan rata-rata ekspor 1,6 juta ton pulp per tahun di bawah China, Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Kanada, Finlandia, Swedia, dan Korea Selatan.
Sementara itu, dalam produksi kertas, Indonesia masuk 12 besar dengan rata-rata ekspor 1,7 juta ton kertas per tahun.
Industri pulp dan kertas memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. “Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian pun mencanangkan program strategis pulp dan kertas hingga 2020,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas (APKI) Liana Bratasida.
Begitu pun perkebunan kelapa sawit. Sekedar meneropong ke belakang. Sepanjang 2010, nilai devisa ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunan sawit Indonesia mencapai US$16,4 miliar, naik 50% lebih dari devisa pada 2009 yang mencapai US$10 miliar.
Jika dihitung rata-rata, dalam sebulan, ekspor CPO dan produk turunannya, mencapai US$1,36 miliar atau Rp12,24 triliun.
Rata-rata ekspor CPO pada 2010 meningkat tajam dibandingkan dengan 2009 sebesar US$833 juta per bulan. Hal itu dipengaruhi oleh tingginya harga CPO internasional pada 2010. Pada 2009, produksi CPO Indonesia mencapai 21 juta ton.
Data Kementerian Pertanian menyebutkan, luas areal kelapa sawit di Indonesia hingga 2009 mencapai 7,32 juta hektare meningkat 11,8% per tahun sejak 1980 yang baru mencapai 290.000 hektare.
Pada periode 2010-2014, diprediksi, Indonesia bakal meraup devisa US$80,9 miliar dari ekspor komoditas crude palm oil (CPO).
“Penghasilan dari industri kelapa sawit nasional dalam kurun 2010-2014, diproyeksikan mencapai US$80,9 miliar,” kata Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Institut Pertanian Bogor (IPB), Erliza Hambali.
“Saya yakin ini prospektif karena Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk meningkatkan dan menjaga keberlanjutan industri kelapa sawit,” kata pengamat ekonomi politik dari Segi Enam Advisors Pte Ltd Singapura, Khor Yu Leng.
Goh Lin Piao, Direktur Group Corporate & External Affair Raja Garuda Emas (RGE) kepada Bisnis di Singapura, mengatakan industri palm oil menajdi penting bagi Indonesia. Lantaran, ada 1,75 juta petani yang hidupnya bergantung pada palm oil, diperkirakan ada 3,7 juta orang bekerja di industri ini (langsung dan tidak langsung), 44% perkebunan adalah milik petani kecil yang berkontribusi pada 36% dari total produksi palm oil Indonesia.
Namun, industri ini, seperti pohon yang semakin tinggi, semakin kencang diterpa angin. Hembusan atau terpaan angin yang tak kunjung reda itu, masuk hingga ke aspek terkecil dari kehidupan industri itu. Industri ini dianggap tidak ramah lingkungan. Isu pun terus
bergerak, berubah-ubah mengikuti seperti perkembangan pembenahan yang dilakukan oleh industri itu.
Riau Andalan Pulp and Paper adalah salah satu pemain terbesar di Indonesia dan dunia. Pada Juni 2010, RAPP meraih certified PEFC/CoC. September 2010, mendapatkan Certified for SVLK-PHPL (forestry).
Pada September 2011, mereka meraih LEI-Renewal-Sustainable Forest Mngt. Lalu mereka dapat lagi Certified for BV-OLB Timber Legality pada Maret 2012.
Pemasok utama pulp BHKP (yang digunakan untuk meghasilkan kertas biasa) di Asia
Perusahaan Negara Kapasitas (ton)
Asia Symbol China 1,8 juta
RAPP April Indonesia 2,2 juta
PT TEL Indonesia 0,5 juta
Kiani Kertas Indonesia 0,3 juta
An Hoa Vietnam 0,1 juta
Laiinya - 2,3 juta
Total - 7,5 juta
Sumber:RISI, Internal Estimasi
Daftar pemain global di palm oil
Perusahaan Kapitalisasi pasar (US$) Areal (Ha) Negara
Wilmar 18,75 miliar 247.081 Singapura
Sime Derby 17,84 miliar 522.489 Malaysia
IOI Corporation 10,43 miliar 157.752 Malaysia
KL Kepong 7,09 miliar 192.424 Malaysia
Golden Agri 7,03 miliar 363.586 Singapura
Felda Global Ventures 5,29 miliar 323.588 Malaysia
Astra Agro Lestari 2,97 miliar 206.579 Indonesia
First Resources 2,45 miliar 294.000 Singapura
Genting Plantations 2,06 miliar 93.497 Malaysia
Salim Invomas Pratama 1,82 miliar 216.837 Indonesia
United Plantation 1,76 miliar 45.658 Malaysia
Indo Agri 1,49 miliar 175.688 Singapura
London Sumatra Indo 1,46 miliar 80.732 Indonesia
New Britain Palm Oil 1,22 miliar 78.332 UK
Sumber: Hardman &Co: Global Palm Sector Review (25/2/2013)
Hembusan angin justru semakin kencang. Bahkan, kendati sudah diakui oleh Pemerintah Indonesia bahwa telah menerapkan pengelolaan lahan gambut lestari (manajemen eco-hydro) atau system tata kelola air berdasarkan zonasi dan kontur, eksistensi industri ini, tetap menjadi sorotan penggiat lingkungan.
Di perkebunan kelapa sawit, setali tiga uang. Asian Agri telah dianugerahi WEPAL (Wageningen Accredited R&D Lab Service), ISO 9001 for R&D and AA Learning Institute, ISO 14001 for all estate and mills, pada 2013 meraih sertifikat ISCC untuk semua kebun dan 2018 semua
kebunnya akan meraih sertifikat RSPO.
Bahkan, Asosiasi Petani Sawit Swadaya Amanah yang merupakan kelompok petani sawit binaan Asian Agri di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau meraih sertifikasi dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Sertifikat RSPO tersebut diraih dalam acara Pertemuan Tahunan ke-11 RSPO yang dihadiri 680 peserta dari 30 negara belum lama ini.
Asosiasi itu, yang terdiri dari 349 petani, memiliki lahan seluas 763 hektare di tiga desa yakni Trimulya Jaya, Bukit Jaya dan Air Mas di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Namun, mereka tetap dikejar black campaign sejumlah NGO. Selalu ada hal yang menjadi sasaran tembak, misalnya kebakaran hutan. Kalangan industri itu tak bergeming. “Dengan investasi yang besar, sulit membayangkan kami memerintahkan petani kelapa sawit kami harus membakar lahan untuk land clearing…” kata Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Kusnan Rahmin di Singapura.
Kusnan mengatakan isu itu diduga ditengarai oleh persaingan dagang. Indonesia [di pulp and paper] memiliki keunggulan kompetitif. Dengan iklim tropis, membuat pengembangan hutan tanaman industri di Indonesia dipanen dalam 5 tahun.
“Ini tujuh kali lipat lebih cepat dari HTI yang ditanam di sejumlah negara Skandinavia,” ujarnya.
Begitu pun dari sisi geografis. Letak geografis Indonesia yang dekat dengan China, membuat daya saing produk pulp and paper Indonesia, lebih baik. Terutama soal harga. “Sebab ada efisiensi pada biaya transportasi,” ujarnya.
Begitu juga di sawit. CPO mampu menghasilkan vegetable oil jauh lebih banyak dari tanaman lain kendati areal lebih kecil. Sawit menghasilkan CPO (salah satu vegetable oil) 3,47 ton/ha/tahun, soybean, hanya 0,38 ton, sunflower 0,48 ton dan rapeseed 0,67 ton.
Dari total produksi vegetable oil di dunia, dengan area hanya 4,5% dari areal tanaman penghasil vegetable oil di dunia, CPO menghasilkan 36,90 juta ton (35% dari total produksi vegetable oil), rapeseed 18,34 juta ton (17,84%), sunflower 11,09 juta ton (10,79%) dan soybean 35,19 juta ton (34,19%).
Padahal, total area soybean di seluruh dunia 92,63 juta hektare, sunflower 22,95 ha, rapeseed 22,95 juta ha. Kelapa sawit, (hanya) 9,86 juta ha.
Mereka tetap tidak bergeming. Kendati mahal, upaya menggapai produk yang diangap ramah lingkunga, kendati demikian adanya, pun dilakukan.
Sejumlah sertifikat lingkungan diraih. Apa lacur, menyitir sejumlah media internasional, banyak perusahaan Eropa tetap enggan mau atau belum mau membeli minyak kelapa sawit mentah yang ramah lingkungan.
Alasan utama harganya lebih mahal dari minyak kelapa sawit biasa. Buktinya, hanya 20% dari 1 juta ton minyak ramah lingkungan yang mampu diserap pasar.
Sampai-sampai, Dana Cagar Alam Dunia WWF –salah satu NGO lingkungan yang kritis, ikut berkampanye untuk membujuk perusahaan Eropa membeli minyak hasil perkebunan yang telah mendapat sertifikat ramah lingkungan.
Jadi, dugaan perang dagang di balik tudingan buruk itu, dianggap sebagai pemicu atau biang keladi munculnya hembusan angin yang kencang kea rah industri pulp- paper dan kelapa sawit.
Negara maju yang menghasilkan minyak sayur dari non sawit, harus mempertahankan
petani dan produknya agar tetap paling laku di pasar.
Kritik atau apapun namanya, relasi hubungan Tom dan Jerry phase menuju kesempurnaan. Tidak ada urusan di dunia ini yang semudah membalikkan telapak tangan. Stakeholders di industri itu, jangan pernah lelah berbuat yang terbaik. Lawanlah ketidakbenaran dengan kebaikan jika tudingan perusak lingkungan itu tidak benar.
Apalagi, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah mencanangkan program strategis pulp dan kertas sampai 2020. Pasar –pulp,paper, dan crude palm oil—pada tahun mendatang diprediksi terus tumbuh.
Dari data Oil World, permintaan pasar terhadap palm oil, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi di China dan India, diprediksi masih akan terus tumbuh. “Hingga 2020, permintaan palm oil global diperkirakan tumbuh 20% menjadi 60 juta ton,” ujar Goh Lim
Piao.
Pertumbuhan permintaan pulp secara global setali tiga uang, compounded annual growth rate (CAGR) akan terus meningkat menjadi 2,6% per tahun: Dari 26,5 juta ton pada 2010 menjadi 38,9 juta ton pada 2025. Pertumbuhan berasal dari pasar Asia. China CAGR 6,4% per tahun.
Dari 5,6 juta ton pada 2010 menjadi 14,3 juta ton pada 2025. CAGR negara di Asia lainnya bakal naik menjadi 1,8% per tahun atau dari 4,3 juta ton pada 2010 menjadi 5,7 juta ton pada 2025.
CAGR kertas global diperkirakan akan terus meningkat 1,3% per tahun, dari 58,1 juta ton menjadi 70 juta ton pada 2025. Pertumbuhan berasal dari pasar Asia. China CAGR 2,4% per tahun. Dari 14,9 juta ton pada 2010 menjadi 21,2 juta ton pada 2025. Asia lainnya: CAGR 3,6 juta ton, dari 8,6 juta ton pada 2010 menjadi 14,5 juta ton paa 2025. Pasar Asia, khususnya China, mengalami tren peningkatan.
Pembenaan pun semakin penting. Lantaran, persaingan ke depan, bakal semakin kompetitif. Terutama melawan China seiring dengan meningkatnya pasokan pulp dan kertas dari produksi di dalam negeri China.
“Ya. Produksi pulp China tumbuh luar biasa. Kapasitas produksi dalam negerinya, terus meningkat membuat persaingan pasar pulp semakin ketat,” kata Kusnan.
Pada 2012, kapasitas produksi industri pulp China masih 27,2 juta ton per tahun. Terhitung mulai 2016, kapasitasnya diperkirakan bakal bertambah sebanyak 7,1 juta ton per tahun. Ini karena adanya dukungan kebijakan Pemerintah China, yang ramah terhadap pengembangan industri
pulp dan kertas.
Pemerintah China kini melimpahkan kewenangan perizinan pembangunan pabrik pulp untuk kapasitas 100.000 ton per tahun ke bupati/walikota. Saat ini, 71 dari 117 proyek industri pulp baru di China memiliki kapasitas 100.000 ton per tahun.
Bagaimana Indonesia harus berbenah? Brazil membentuk Brazilian Forest Development Institute pada Februari 1967 yang berhasil merumuskan ketentuan perundang-undangan tentang kehutanan secara komprehensif. Hasilnya, 22 tahun kemudian keindahan hutan Brasil tampak di mana-mana.
Seluas 6 juta hektare hutan mereka jadikan hutan tanaman industri (HTI) baru, dan melalui program reboisasi yang dilakukan pada area seluas 300.000 hektare didapat lebih dari 500.000 lapangan kerja non-skill.
Sekarang,sudah ada 63 juta hektare HTI di Brasil dengan kemampuan produksi kertas 174 juta meter kubik. Hoeflich dkk pada 2002 menemukan kontribusi sektor kehutanan pada gross national product (GNP) Brasil mencapai US$ miliar atau 4,5% dari total GNP negara tersebut.
Hari-hari ini, Brasil telah menjadi eksportir kertas dan bahan baku kertas (pulp & paper) terpenting di China.
Sejak 2005, produksi pulp Brasil telah meningkat signifikan, 69%. Impor China terhadap produk pulp asal Brasil sejak tahun itu telah meroket 280%.
Indonesia, perlu mencontoh Pemerintah Brasil dalam mengatasi persoalan yang dihadapi para pengusaha dalam menanggapi ‘serangan’ terkait pencemaran atau merusak lingkungan.
Pemerintah, sambil membenahi, harus berdiri di depan untuk meng-counter serangan NGO terhadap industri pulp and paper. Jika tidak segera dituntaskan, sumbangsih industri ini akan menyusut dan program strategis pemerintah pun seperti macan kertas.
Data Kemenperin menunjukkan, pada 2011, jumlah kapasitas terpasang industri pulp sebesar 8,6 juta ton, pada 2020 akan meningkat menjadi 20,4 juta ton. Sementara kapasitas terpasang industri kertas 2011 sebesar 12,778 juta ton dan pada 2020 akan meningkat menjadi 19,8
juta ton.
Termasuk untuk industri palm oil. Peran pemerintah sangat besar untuk membawa industri palm oil menjawab kampanye hitam NGO. Tentu dengan cara yang justru sebaliknya: Ikut menginjak-nginjak.