Bisnis.com, JAKARTA – Momentum Asean Economic Community (AEC) 2015 digunakan pemerintah untuk menyiapkan skenario prioritas pembangunan nasional, khususnya pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengemukakan pemerintah memerlukan persiapan khusus untuk menghadapi momentum AEC 2015 salah satunya dengan penguatan pembangunan nasional melalui penguatan UKM.
“Kita perlu menyiapkan UKM agar nantinya tidak collapse ketika skema pasar tunggal Asean mulai diterapkan, salah satunya dengan peningkatan sumber daya manusia yang handal,”ungkapnya hari ini, Kamis (14/11/2013).
Dia mengatakan peningkatan daya saing UKM perlu dilakukan agar sektor ini tidak terdistorsi akibat aliran barang dan jasa dari luar negeri, sehingga malah menambah angka pengangguran di Indonesia.
Walau begitu, dia masih optimistis daya saing tenaga kerja Indonesia tidak kalah dengan tenaga kerja asing tetapi persiapan tentunya masih harus dilakukan terus-menerus.
Selain itu, pekerjaan rumah yang harus dilakukan, sambungnya adalah mengurangi penyerapan bahan baku penolong impor yang selama ini selalu digunakan oleh sektor industri Indonesia.
“Kita harus memikirkan langkah konkrit untuk mendorong industri lokal menciptakan bahan baku penolong tersebut, salah satu skema insntif yang diberikan adalah kredit usaha rakyat (KUR),”jelasnya.
Seperti yang diketahui, pemerintah tengah mengusulkan dana penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) pada angka Rp37 triliun – Rp40 triliun, meningkat dari tahun lalu sebesar Rp33,4 triliun
Hal tersebut dilakukan pemerintah untuk menggenjot minat masyarakat untuk berwirausaha sekaligus sebagai tindakan proteksi mengurangi kemiskinan.
Senada dengan Hatta, pengajar professional Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) Timotius Harsono menilai pemerintah juga perlu berinvestasi terhadap penambahan UKM di Indonesia.
“Iklimnya memang sedang tidak baik, baik domestik maupun luar negeri, tapi dengan program insentif (KUR) dan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), penambahan dan penguatan itu akan terjadi,”paparnya.
Selain itu, pemerintah juga dihimbau berupaya keras untuk memperkuat industri hilir agar impor tidak melambung tinggi.
Dia berpendapat Indonesia tidak bisa menghindari impor karena semakin lama tingkat konektivitas negara di dunia semakin merapat, tetapi setidaknya impor harus ditekan serealistis mungkin agar tidak mengganggu neraca pembayaran.
Tidak hanya itu, dia menyebutkan optimalisasi akses dan aset melalui program MP3EI harus terus digenjot untuk meningkatkan unsur kompetitif industri lokal, yang selama ini terbebani biaya logistik cukup mahal.
“Pemerataan pembangunan menjadi kuncinya di sini,”tekannya. (Amanda K. Wardhani)