Bisnis.com, JAKARTA--Kapasitas pemerintah daerah dalam perencanaan penggunaan lahan kolaboratif dinilai masih sangat minim.
Ketua proyek perencanaan tata guna lahan kolaboratif (collaborative land use planning and sustainable institutional arrangements/ Colupsia) Uni Eropa Yves Laumonier menuturkan status kepemilikan dan penggunaan lahan, serta tata batas menjadi faktor utama terjadinya konflik lahan.
Oleh karena itu, Indonesia harus menyusun rencana tata guna lahan dengan baik sejak di level Kabupaten.
"Pemda minim sekali kemampuan dalam rencana tata guna lahan. Mereka bingung. Peta yang mereka punya pun masih kasar sekali," ujar Laumonier, Rabu (13/11/2013).
Pendapat tersebut didasarkan pada temuan proyek Colupsial yang dijalankan Uni Eropa di dua kabupaten di Indonesia, yakni di Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Kapuas Hulu. Proyek senilai US$1,7 juta tersebut berlangsung sejak 2010-2013.
"Koordinasi antarinstitusi pusat dan daerah juga perlu ditingkatkan karena selama ini koordinasi lembaga-lembaga yang berhubungan dengan perencanaan tata ruang di Indonesia masih sangat lemah," kata Laumonier.
Perencanaan tata guna lahan, imbuhnya, harus diselenggarakan dengan manajemen lahan, fungsi kawasan hutan, identifikasi geografis, ekologis, dan sosial-budaya. Dengan demikian peta dan regulasi tata ruang dan tata wilayah (RTRW) kabupaten yang dihasilkan harmonis dengan kondisi lingkungan, bisnis, dan masyarakat.
Laumonier menuturkan proyek Colupsia di Maluku Tengah dan Kapuas Hulu telah berhasil mengembangkan sebuah peta status lahan baru, peta kesesuaian lahan dan tutupan lahan yang lebih detail dengan skala 1:50.000.
Proyek tersebut juga menghasilkan data baru tentang distribusi geografis dari kondisi hutan, tipe vegetasi, tanah, dan air.
"Peta ini bisa dijadikan rujukan bagi pemda ketika memberikan izin usaha. Tapi dalam memberikan rekomendasi kami juga pertimbangkan masyarakat. Walaupun cocok untuk kebun sawit, kalau masyarakat menolak tidak akan direkomendasikan. Itulah inti pemetaan kolaboratif," tuturnya.
Kepala Balitbang Kehutanan Kemenhut Imam Santoso mengungkapkan hasil proyek Colupsia dapat dijadikan model untuk penyusunan rencana penggunaan lahan di kabupaten lain.
"Ini inisiatif untuk membuat peta alokasi kawasan hutan yang lebih detail dan lebih sesuai digunakan dalam membuat RTRW kabupaten," ujar Imam.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kapuas Hulu Alexander Rambonang menuturkan proyek Colupsia menjadi rujukan bagi penyusunan RTRW-P di kabupaten tersebut.
Draf yang Pemda tersebut saat ini tengah direvisi guna mengakomodir aspirasi masyarakat hasil proyek Colupsia.
"Revisi Perda RTRW sudah berjalan baru Colupsia masuk. Sekarang draf-nya ada di DPRD masih ditahan untuk mengakomodir aspirasi masyarakat," ujarnya. (ra)
Perencanaan Tata Guna Lahan Harus Dari Kabupaten
Kapasitas pemerintah daerah dalam perencanaan penggunaan lahan kolaboratif dinilai masih sangat minim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ana Noviani
Editor : Rustam Agus
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 hari yang lalu