Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah harus adil dalam menyelesaikan persoalan koreksi cost recovery oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), agar tidak ada pihak yang dirugikan dan sesuai kontrak yang berlaku.
Komaidi Notonegoro, pengamat energi dari reforMiner, mengatakan selama ini banyak temuan BPK terkait cost recovery hanya disebabkan perbedaan persepsi antara auditor dengan pelaku industri hulu migas. Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan pemahaman seluruh pihak yang terkait langsung dengan industri hulu migas.
“Kalau memang ada pelanggaran, ya harus ditindak tegas. Akan tetapi, banyak temuan yang disebabkan perbedaan persepsi dan interpretasi, jadi BPK sering menganggap hal yang harus dilakukan pelaku industri hulu migas itu tidak perlu dilakukan, dan akhirnya dikoreksi,” katanya, Kamis (31/10/2013).
Komaidi menuturkan auditor juga sebaiknya memahami industri hulu migas memiliki risiko yang sangat besar, sehingga terkadang perlu dilakukan tindakan yang tidak biasa untuk mengantisipasinya. Selama hal itu masih wajar dan berguna, maka pemerintah wajib menghargainya sesuai dengan kontrak bagi hasil yang disepakati.
Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Fitra) menyebut banyak biaya tidak layak dimasukkan ke dalam cost recovery, misalnya biaya golf untuk employee relation yang kemudian ditagihkan ke negara melalui open access.
Secara terpisah, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Gde Pradnyana mengatakan sebagian besar koreksi cost recovery terjadi, karena perbedaan interpretasi pengenaan pajak.
Pemerintah Agar Adil Selesaikan Koreksi Cost Recovery
Pemerintah harus adil dalam menyelesaikan persoalan koreksi cost recovery oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), agar tidak ada pihak yang dirugikan dan sesuai kontrak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Lili Sunardi
Editor : Linda Teti Silitonga
Konten Premium